7 Sifat dan Kebiasaan Orang Sunda, Nomor 3 Negara Bisa Aman dan Damai

BANDUNG, iNews.id - Sifat dan Kebiasaan Orang Sunda sudah banyak dikupas, baik dalam diskursus maupun publikasi di berbagai media. Menarik memang, sifat dan kebiasaan itu untuk terus dikupas secara detail sehingga bagi Orang Sunda sendiri dapat memahami jatidirinya dalam menghadapi setiap perkembangan zaman.
Semua sifat, tabiat atau perilaku Orang Sunda tidak terlepas dari papagon, tetekon dan ugeran (aturan), yang dipegang erat secara turun temurun.
Ada salah satu ungkapan kuno yang menjadi pandangan hidup Orang Sunda, sebagaimana tertulis dalam kitab Sanghyang Siksa Kandang Karesian, yakni :
"Hana nguni hana mangke, tan hana nguni tan hana mangke, aya ma beuheula aya tu ayeuna, hanteu ma beuheula hanteu tu ayeuna. Hana tunggak hana watang, tan hana tunggak tan hana watang. Hana ma tunggulna aya tu catangna" (Ada dahulu ada sekarang, bila tak ada dahulu tak akan ada sekarang, karena ada masa silam maka ada masa kini, bila tak ada masa silam takan ada masa kini. Ada tunggak tentu ada batang, bila tak ada tunggak tak akan ada batang, bila ada tunggulnya tentu ada batangnya).
Dalam ungkapan kuno itu, Pandangan hidup tersebut tidak bertentangan dengan agama yang dianutnya karena secara tersurat dan tersirat dikandung juga dalam ajaran agamanya, khususnya ajaran agama Islam. Pandangan hidup orang Sunda yang diwariskan dari nenek moyangnya.
Selain itu, orang Sunda selalu menghargai dan menghormati leluhurnya, termasuk ungkapan, ujaran, pepatah dalam menjalani hidup dan kehidupan.
Salah sifat dan kebiasaan Orang Sunda, sering dikenal yakni tidak betahan atau banyak yang menyebut tidak suka merantau. Sifat itu karena sistem keleuargaan Suku Sunda sangtalah kuat. Ikatan kekeluargaan yang kuat dan peranan agama Islam yang sangat mempengaruhi adat istiadat mewarnai seluruh sendi kehidupan suku Sunda.
Dalam suku Sunda dikenal adanya pancakaki yaitu istilah silsilah yang menunjukkan hubungan kekerabatan. Misalnya pertama hubungan silsilah ke atas, anak, incu (cucu), piut (buyut), bao, canggahwareng atau janggawareng, udeg-udeg, kaitsiwur atau gantungsiwur. Kedua, saudara yang berhubungan tidak langsung dan horizontal seperti anak paman, bibi, atau uwak, anak saudara kakek atau nenek, anak saudara piut.
Ketiga, saudara yang berhubungan tidak langsung dan langsung serta vertikal seperti keponakan anak kakak, keponakan anak adik, dan seterusnya.
Dalam bahasa Sunda dikenal pula kosakata sajarah silsilah yang maknanya kurang lebih sama dengan kosakata sejarah dan silsilah dalam bahasa Indonesia. Makna sajarah adalah susun garis keturunan.
Editor: Asep Supiandi