Weekend Story: Membongkar Skandal Dokter PPDS, Somnofilia atau Modus Kejahatan?

JAKARTA, iNews.id - Kasus yang melibatkan seorang dokter residen Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) anestesi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat menggemparkan dunia medis. Priguna Anugerah Pratama memerkosa keluarga pasien dan dua pasien lainnya dengan modus operandi pembiusan.
Peristiwa ini menimbulkan pertanyaan mendalam tentang keamanan, etika di lingkungan medis serta institusi pendidikan kesehatan dan membuka celah besar dalam sistem pengawasan.
Seorang dokter residen, yang masih berada dalam tahap belajar dan seharusnya bekerja di bawah pengawasan ketat dokter senior, ternyata mampu menyalahgunakan posisinya hingga berujung pada tindakan kriminal.
Pihak rumah sakit memiliki tanggung jawab besar untuk menjelaskan bagaimana kelalaian ini dapat terjadi. Terlebih lagi, peran institusi pendidikan seperti Universitas Padjadjaran (Unpad) yang mendidik calon-calon dokter spesialis, harus turut disoroti.
Protokol apa yang mungkin terabaikan? Apakah ada tanda-tanda perilaku menyimpang yang sebelumnya tidak direspons dengan tepat? Semua ini menjadi pertanyaan mendesak yang membutuhkan jawaban.
Unpad telah bertindak cepat dengan memberhentikan Priguna Anugerah Pratama dari program PPDS. Tindakan ini saja dinilai tidak cukup untuk memulihkan kepercayaan publik.
RSHS Bandung juga harus mengambil langkah konkret guna memastikan kejadian ini tidak terulang, seperti meningkatkan pengawasan terhadap dokter residen dan memperbaiki sistem keamanan serta edukasi etika di lingkungan kerja.
Kejadian ini menunjukkan pentingnya reformasi sistemik. Selain memprioritaskan kompetensi teknis, program pendidikan dokter spesialis harus menanamkan nilai-nilai etika, moral dan empati yang kokoh. Para calon dokter tidak hanya dituntut untuk menjadi profesional yang kompeten, tetapi juga individu yang memiliki integritas tinggi.
Pada sisi hukum, Priguna Anugerah Pratama telah ditahan sejak Maret 2025 dan dijerat dengan Pasal 6 C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yang dapat berujung pada hukuman penjara hingga 12 tahun.
Selain itu, polisi masih terus mendalami kasus ini dengan memeriksa sejumlah saksi. Transparansi dalam proses hukum sangat penting untuk memastikan keadilan bagi para korban dan memberikan hukuman setimpal kepada pelaku jika terbukti bersalah.
Dampak kasus ini melampaui individu-individu yang terlibat langsung. Kepercayaan publik terhadap dunia medis kini berada di titik kritis.
Rumah sakit sebagai tempat yang seharusnya memberikan rasa aman dan perlindungan kepada pasien serta keluarga mereka, namun, kasus ini menunjukkan bahwa tempat yang seharusnya menjadi sumber pengobatan dapat menjadi sumber trauma bagi beberapa pihak.
Peran pemerintah, asosiasi profesi medis dan seluruh masyarakat sangat diperlukan untuk mereformasi sistem yang ada. Hal ini melibatkan penerapan prosedur pengawasan yang lebih ketat, pelatihan ulang tenaga medis dan pembentukan lingkungan kerja yang aman serta bebas dari pelecehan atau kekerasan.
Langkah-langkah perbaikan harus dilakukan tidak hanya untuk menghukum pelaku, tetapi juga untuk memastikan perlindungan bagi pasien dan tenaga medis lainnya di masa depan.
Kepercayaan publik terhadap dunia medis harus dipulihkan, karena kepercayaan merupakan fondasi pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Editor: Kurnia Illahi