Tim FTG Unpad: Ini Penyebab Longsor Cimanggung, Ternyata Bekas Tanah Urugan
BANDUNG, iNews.id - Tim Fakultas Teknik Geologi (FTG) Universitas Padjadjaran (Unpad) meneliti penyebab longsoran di Dusun Bojong Kondang, Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Sumedang, Jawa Barat. Hasil penelitian mengungkap fakta, tebing yang longsor merupakan tanah urugan.
Seperti diketahui, akibat bencana tanah longsor itu, 17 orang meninggal dunia, 23 belum diketahui nasibnya, dan 25 orang selamat namun mengalami luka luka.
Dosen Fakultas Teknik Geologi Unpad Dr Dicky Muslim MSc mengatakan, berdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan Pusat Riset Kebencanaan Unpad, Ikatan Ahli Geologi Indonesia, serta sejumlah alumni FTG Unpad, ditemukan fakta bahwa wilayah yang longsor tersebut memiliki kontur lahan curam.
“Tadinya wilayah itu bekas tambang batu dan tanah urugan. Lalu diratakan dan dijadikan perumahan,” kata Dicky Muslim dalam keterangan resminya, Rabu (13/1/2021).
Secara geologi, ujar Dicky, struktur tanah dan batuan di wilayah Perumahan SBG, Dusun Bojong Kondang, Desa Cihanjuang termasuk ke dalam bagian batuan vulkanik Qyu.
Dalam Peta Geologi yang diterbitkan Badan Geologi Kementerian ESDM, ujarnya, batuan vulkanik Qyu merupakan produk batuan vulkanik muda yang belum bisa dipisahkan, sehingga masih bercampur antara lapisan keras dengan halus.
"Karena termasuk batuan vulkanik muda, lapisan tanah dan batuan ini cukup rentan longsor. Kerentanan ini sudah terlihat sebelumnya di beberapa titik," ujarnya.
Dicky menuturkan, batas bagian tenggara perumahan tersebut berhadapan dengan tebing yang dibatasi dengan saluran air. Diduga, ketika hujan deras turun, saluran air ini terjadi peresapan atau infiltrasi, sehingga membentuk bidang gelincir yang memungkinkan terjadinya longsor.
Sejumlah rumah yang berbatasan dengan tebing tersebut juga terlihat ada yang retak. Hal ini sudah mengindikasikan bahwa wilayah itu berpotensi terjadi pergeseran tanah yang akan memicu terjadinya longsor.
Kondisi tersebut diperparah dengan adanya proyek permukiman baru yang dibangun di atas tebing bagian utara dan tenggara perumahan SBG. Adanya aktivitas lalu lintas alat berat di tebing tersebut turut menjadikann potensi longsor semakin besar.
“Secara geoteknik aktivitas tersebut melemahkan ikatan butir tanah di situ, sehingga berpotensi longsor. Apalagi memang sebelumnya wilayah longsor tersebut merupakan sengkedan yang ditanami pohon, kemudian ditebang dan di bagian bawahnya dijadikan perumahan,” tutur Dicky.
Dicky mengatakan, di wilayah utara dari perumahan SBG ada bekas galian tambang yang dibangun menjadi kawasan perumahan. Berdasarkan penuturan warga sekitar, di lokasi tersebut ada air terjun.
Secara geologi, keberadaan air terjun tersebut menandakan ada sesar atau patahan di wilayah tersebut. “Sehingga kalau ada hujan besar, gempa, akan ada pembebanan berlebih yang kemungkinan akan terjadi longsor,” katanya.
Sementara, dilihat dari jenis tanah dan retakannya ditambah dengan curah hujan yang tinggi, Dicky khawatir akan terjadi longsor susulan di daerah tersebut. Ini terlihat dari masih adanya pergerakan tanah di sekitar mahkota longsor.
Selain itu, ditambah dengan adanya kemungkinan terjadi infiltrasi di saluran air yang berada pada sisi utara perumahan. Karena itu, warga dan pemerintah daerah diminta waspada terhadap kemungkinan bencana susulan yang akan terjadi di kawasan tersebut. Retakan-retakan yang terjadi pada beberapa tebing harus diwaspadai.
Ada beberapa mitigasi jangka panjang yang bisa dilakukan. Dicky menjelaskan, pengetatan izin pembangunan di kawasan tersebut perlu dilakukan. Selain itu, penanaman pohon keras pada tebing yang berpotensi longsor perlu dilakukan sebagai bentuk pencegahan.
Editor: Agus Warsudi