get app
inews
Aa Text
Read Next : Melihat Alun-Alun Kejaksan dengan Konstruksi Khas Keraton Cirebon 

Legenda Buaya Putih di Situs Lawang Sanga Keraton Kasepuhan Cirebon, Anak Sultan yang Dikutuk 

Rabu, 02 Juni 2021 - 15:54:00 WIB
Legenda Buaya Putih di Situs Lawang Sanga Keraton Kasepuhan Cirebon, Anak Sultan yang Dikutuk 
Keraton Kasepuhan Cirebon menyimpang legenda dan kejayaan masa lalu. (Foto: iNews/Mitahudin)

CIREBON, iNews.id - Beragam situs peninggalan bersejarah di Kota Cirebon, Jawa Barat masih berdiri tegak. Salah satunya situs Lawang Sanga atau Pintu Sembilan di Kampung Mandalangan, Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon tepatnya di depan Sungai Kriyan.

Situs Lawang Sanga tepat berada di belakang Keraton Kasepuhan Cirebon. Seperti namanya, situs Lawang Sanga merupakan bangunan yang memiliki sembilan pintu. Satu pintu berada di depan, empat pintu di samping, tiga pintu di belakang, dan satu pintu di tengah.

Lawang sanga menyimpan legenda yang diceritakan dari mulut ke mulut oleh masyarakat sekitar lokasi dan Kota Cirebon umumnya. Legenda itu menyebutkan, kerap muncul sosok buaya putih di antara Sungai Kriyan dan situs Lawang Sanga.

Masyarakat meyakini buaya putih yang hidup di Sungai Kriyan itu sebagai penjaga situs Lawang Sanga. Hewan amfibi bersisik dan berkulit putih itu disebut-sebut sebagai Elang Angka Wijaya anak dari Sultan Syamsudin yang dikutuk menjadi buaya.

"Legendanya, Elang Angka Wijaya dikutuk menjadi siluman buaya putih karena semasa di dunia, dia tidak pernah patuh terhadap perintah ayahnya," kata Polmak Keraton Kasepuhan Cirebon Raden Raharjo Djali.

Menurut Raharjo, sebelum dikutuk menjadi buaya putih, Elang Angka Wijaya memiliki kebiasaan kalau makan sambil tiduran, tungkurap. Sultan Syamsudin selalu menasihati Elang agar tidak seperti itu tapi kerap diabaikan. "Hingga akhirnya Sultan berucap anaknya kalau makan tengkurap seperti buaya," ujarnya.

Sejak menjelma menjadi buaya putih, tutur Raharjo, Elang Angka Wijaya hidup di salah satu kolam yang berada di salah satu bangunan Keraton Kasepuhan Cirebon. 

Lantaran disebut-sebut sebagai jelmaan anak Sultan Syamsudin yang dikutuk menjadi buaya putih, warga sekitar memiliki tradisi, jika ada yang melihat wujud buaya jadi-jadian itu, mereka melempar tumpeng dan lauk pauknya ke sungai. 

"Menginjak usia dewasa, buaya putih tersebut pindah ke Sungai Kriyan tak jauh dari Situs Lawang Sanga," tutur Raharjo.

Bangunan situs Lawang Sanga di lingkungan Keraton Kasepuhan CIrebon. (Foto: iNews/Miftahudin)
Bangunan situs Lawang Sanga di lingkungan Keraton Kasepuhan CIrebon. (Foto: iNews/Miftahudin)

Juru kunci situs Lawang Sawang Suwari mengatakan, Lawang Sanga Keraton Kasepuhan Cirebon merupakan pintu masuk tamu atau utusan kerajaan di nusantara pada zaman dulu saat mengirimkan upeti ke Kesultanan Cirbeon. Bangunan situs ini didominasi warna putih dan merah.

"Lawang Sanga dibangun oleh Pangeran Wangsakerta pada era Sultan Sepuh I Syamsudin Martawijaya pada 1677 Masehi. Lawang Sanga memiliki fungsi sebagai syahbandar dan pintu masuk tamu atau utusan kerajaan-kerajaan dari nusantara pada zaman dulu," kata Suwari.

Pada zaman Kesultanan Cirebon, ujar Suwari, pengiriman upeti dari para tamu melalui Lawang Sanga. Jumlah pintu di Lawang Sanga merupakan simbol sembilan lubang di tubuh manusia.

"Lubang hidung, mulut, telinga, mata, dubur, dan kelamin. Artinya memiliki nilai filosofi kehidupan. Sembilan ini dianggap sebagai angka sempurna," ujarnya.

Juru kunci membuka pintu gerbang situs Lawang Sanga di lingkungan Keraton Kasepuhan Cirebon. (Foto: iNews/Miftahudin)
Juru kunci membuka pintu gerbang situs Lawang Sanga di lingkungan Keraton Kasepuhan Cirebon. (Foto: iNews/Miftahudin)

Editor: Agus Warsudi

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut