Mitos di Balik Keindahan Curug Putri Kuningan, Dipercaya Tempat Mandi Bidadari
KUNINGAN, iNews.id - Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, memiliki sejumlah destinasi wisata menarik. Satu di antaranya, Curug Putri, Bumi Perkemahan (Buper) Palutungan, Disa Cisantana, di kaki Gunung Ciremai.
Selain keindahan alam dan sejuknya udara, objek wisata alam Curug Putri menyimpan cerita mitos. Curug putri memiliki tinggi sekitar 20 meter di kelilingi pepohonan dan tebing, diyakini sebagai tempat mandi para bidadari.
Dari kejauhan, Curug Putri terlihat seperti penampakan putri yang mengenakan gaun berwarna putih. Jika turun hujan, muncul pelangi di sela-sela pepohonan sekitar curug.
Manajer Objek Wisata Curug Putri Cecep Murod mengatakan, kisah berawal pada zaman penjajahan Belanda. Dulu, di sekitar kawasan Curug Putri terdapat pabrik teh. Seorang pria Belanda yang merupakan pengelola pabrik teh, menetap di kawasan itu.
"Pria Belanda tersebut tinggal bersama putri tunggalnya. Sang putri yang memiliki paras cantik bak bidadari jatuh cinta dengan seorang pemuda pribumi," kata Cecep.
Semula, ujar Cecep, hubungan mereka tak direstui oleh orang tua masing-masing. Namun karena kuatnya tekat dan cinta mereka, akhirnya orang tua merestui. Upacara pernikahan pun digelar.
"Sebelum dinikahkan, sang putri dimandikan di curug agar kecantikannya semakin tampak. Setelah dimandikan, sang putri dinikahkan dengan pemuda Palutungan," ujar Cecep.
Setelah pernikahan selesai, tutur Cecep, mempelai pria dan wanita didoakan di Curug Sawer Landung yang letaknya tak jauh dari Curug Putri.
"Sawer artinya doa dan landung artinya panjang. Dengan didoakan di Curug Sawer Landung diharapkan pengantin memiliki usia pernikahan yang sangat panjang," tuturnya.

Cecep mengatakan, di masa penjajahan Jepang dan terusirnya Belanda dari Indonesia, termasuk Kabupaten Kuningan pada 1942, bekas alat gamelan yang mengiringi prosesi pernikahan putri Belanda dan pria pribumi Palutungan, disembunyikan di Curug Goong.
"Itu mitos yang berkembang di masyarakat Palutungan. Jadi antara Curug Putri, Sawer Landung, dan Goong tidak bisa dipisahkan. Sampai saat ini banyak masyarakat, terutama wanita, meyakini dengan mandi di curug, kecantikan mereka semakin tampak," ucap Cecep.
Terlepas dari mitos itu, kata Cecep, Curug Putri di Buper Palutungan merupakan tertua di antara objek wisata lain di Kuningan. Setiap tahun, jumlah pengunjung Curug Putri terbesar dibanding destinasi wisata alam lain di Kuningan.
"Kunjungan wisatawan mencapai lebih dari 100.000 tiap tahun. Bahkan di masa pandemi pada 2020 lalu, Curug Putri dikunjungi oleh lebih dari 66.000 orang," ujarnya.
Abah Syahroni, warga Palutungan, Desa Cisantana, mengatakan, didasarkan atas namanya, Curug Putri berarti air terjun yang dihuni oleh seorang putri cantik mengenakan mahkota.
Menurut Abah Syahroni, ada larangan saat berada di Curug Putri. Wanita sedang datang bulan atau haid, tidak diperkenankan mandi. Tetapi masih dibolehkan untuk mencuci muka dan keramas.
"Jika melanggar pantangan itu, akan terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Dulu ada yang kemah dari Indramayu. Banyak yang kesurupan, katanya ada penampakan, melihat putri pakai mahkota. Kalau ke laki-laki jarang terjadi," kata Abah Syahroni.
Sedangkan Palutungan, ujar Abah Syahroni, bukan berarti banyak lutungnya. "Tetapi panungtungan, artinya tidak ada lagi kampung (permukiman)," kata Abah Syahroni.
Sedangkan Iyus Rusmana, warga Palutungan sekaligus pengelola Buper Palutungan dan Curug Putri mengatakan, para pengunjung sering mengalami kejadian ganjil seperti mendengar, merasakan, dan melihat sosok putri yang sedang mandi tetapi ketika didekati tiba tiba menghilang.
"Pernah ada pengunjung mengambil gambar karena ingin berswafoto. Saat melihat foto, ada objek lain, sosok wanita berbaju putih yang sedang duduk di pinggir curug," ujar Iyus.
Editor: Agus Warsudi