Faktor Gunung Api Meletus dan Kaitannya dengan Pemanasan Global Menurut Vulkanolog ITB
BANDUNG, iNews.id - Awal 2021 ini, sejumlah gunung api di Indonesia mengalami kenaikan aktivitas vulkanik, seperti Gunung Merapi, Gunung Semeru, Gunung Sinabung, dan lain-lain. Apa faktor penyebab gunung api tersebut aktif dan meletus. Apakah ada pengaruh terhadap pemanasan global?
Volkanolog Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr Eng Mirzam Abdurrachman ST MT mengatakan, terdapat tiga faktor utama mengapa gunung api bisa meletus. Pertama, karena kondisi di bawah dapur magma dan kedua, kondisi di dalam dapur magma, dan ketiga, kondisi di atas dapur magma atau permukaan gunung.
“Jadi pada prinsipnya gunung api meletus itu terjadi karena ada ketidakstabilan di dalam dapur magma. Karena ketidakstabilan tersebut kemudian dikonversikan menjadi letusan,” kata Mirzam dalam keterangan resmi ITB, Kamis (21/1/2021).
Dosen Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB mengemukakan, faktor pertama, yaitu kondisi di bawah dapur magma. Hal ini berkaitan dengan pasokan (supply) magma baru.
Proses tersebut berkaitan dengan proses geologi, di mana ada subduksi, palung, pemekaran lantai samudra, dan terdapat titik panas. Selama proses tektonik tersebut bekerja, maka proses pembentukan pasokan magma baru akan terjadi.
“Akibatnya ketika magma baru itu terbentuk dia bergabung dengan magma yang sudah ada di dalam dapur magma. Nah ketika terjadi kelebihan volume maka kelebihannya itu harus dikeluarkan sehingga terjadilah erupsi,” ujarnya.
Mirzam menuturkan, erupsi gunung api yang disebabkan oleh faktor pertama, bersifat siklus yang bisa dipelajari, ada rentang waktu, dan volume relatif sama.
Selanjutnya, tutur Mirzam, untuk proses kedua, terjadi di dalam dapur magma. Hal ini berkaitan dengan jumlah magma di dalamnya. Di dalam ruang itu, magma mengkristal karena suhu menurun.
Magma yang sudah terkristalisasi lebih berat daripada batuan panas semi-cair sehingga akan tenggelam ke dasar ruang magma. Ini mendorong sisa magma ke atas, menambah tekanan pada penutup ruang itu.
Sebuah letusan terjadi saat tutupnya tidak lagi mampu menahan tekanan. Hal ini juga terjadi dalam sebuah siklus sehingga dapat diprediksi.
“Yang berat tenggelam dan yang ringan ke atas, maka akan terjadi erupsi karena ada tekanan gas. Faktor kedua ini juga bersifat siklus dan bisa diprediksi. Tetapi ada proses di dalam dapur magma ini yang bersifat tidak siklus, tiba-tiba keluar dari polanya," tutur Mirzam.
"Nah ini biasanya terjadi ketika dapur magmanya ambruk. Diibaratkan seperti ember yang sudah penuh kemudian dimasukkan batu ke dalamnya, air pun akan keluar dan ini sulit diprediksi,” ucapnya.
Mirzam menyatakan, faktor terakhir adalah kondisi di atas permukaan gunung. Salah satunya, perubahan pasang-surut ketika gerhana bulan dan matahari terjadi.
Untuk kasus ini, gunung-gunung api yang berada di tengah laut ini relatif lebih sensitif karena permukaan air yang naik akan menambah tekanan terhadap gunung api yang berada di tengah laut.
Sehingga apabila gunung apinya berada pada titik kritis maka dia akan cenderung “batuk-batuk”. Misalnya Krakatau, Gamalama, Banda Api, dan lain-lain.
Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi meletusnya gunung api adalah berkaitan dengan pelelehan es pada gunung-gunung api yang berada di negara empat musim atau di wilayah kutub.
Dr Mirzam mencontohkan Gunung Eyjafjallajökull di Islandia. Pada 2010, lapisan es di gunung tersebut meleleh karena pemanasan global dan perubahan dari musim dingin ke musim semi. Setiap tahun es Gunung Eyjafjallajökull 11 miliar ton.
“Karena es itu meleleh maka bisa dibayangkan gunung api yang tadinya tertutup es sebagai penahan tudung, es hilang tiba-tiba. Beban yang hilang tersebut membuat kekurangan tekanan yang dapat menyebabkan magma di dalam gunung tersebut sangat mudah naik ke atas sehingga gunung api kemudian meletus,” ujar Mirzam.
Gunung Meletus Sebabkan Pemanasan Global
Dr Mirzam mengatakan, letusan gunung api dapat menyebabkan terjadi pemanasan global (global warming). Hal ini disebabkan karena pada saat gunung api meletus, tidak hanya abu vulkanik yang dikeluarkan, tetapi juga kadang-kadang mengeluarkan gas. Ada dua tipe gas yang secara signifikan dikeluarkan gunung api, gas CO2 dan SO2.
“Ketika CO2 keluar, maka terjadi efek rumah kaca. Panas yang masuk ke Bumi tertahan tidak bisa keluar lagi sehingga terjadi global warming. Tetapi kalau SO2 yang keluar itu sebaliknya, gas ini seperti payung jadi panas dari matahari tidak bisa masuk, maka letusan Tambora letusan Toba dan beberapa gunung api besar yang mengeluarkan SO2, menurunkan temperatur Bumi sampai beberapa tahun kemudian,” kata Dr Mirzam.
Karena Indonesia berada di negara tropis, ujarnya, pengaruh faktor pemanasan global sangat kecil sekali karena Indonesia tidak punya gunung api yang tertutup es.
Akan tetapi, letusan gunung api di Indonesia bisa mempengaruhi pemanasan global ketika gunung-gunung api itu meletus bersamaan dan mengeluarkan gas CO2 secara signifikan.
Editor: Agus Warsudi