8 Tempat Bersejarah di Bandung, Nomor 2 Mengingatkan Pertempuran Terhadap Invasi Belanda
Masjid ini pertama kali dibangun pada 1810. Sejak pembangunannya, Masjid tersebut telah dirombak sebanyak delapan kali pada abad ke-19, lima kali pada abad ke-20 dan terakhir pada 2001, peresmian Masjid Raya Bandung pada 4 Juni 2003 oleh Gubernur Jabar saat itu. Masjid baru bergaya Arab ini menggantikan Masjid Luhur yang lama bercorak Sunda.
Saat ini Masjid Raya Bandung memiliki luas total 23.448 m² dengan luas bangunan 8.575 m² dan mampu menampung kurang lebih 13.000 jamaah. Masjid ini pada awalnya dibangun dalam bentuk bangunan panggung tradisional sederhana dengan tiang kayu, dinding dengan anyaman bambu, atap jerami dan kolam besar sebagai sumber cairan untuk padamkan kebakaran yang terjadi di alun-alun Bandung pada tahun 1825.
Latar belakangnya tidak lepas dari keberadaan Dutch East Indies Astronomical Society (NISV) atau masyarakat Astronomi Hindia Belanda. Pada September 1920, NISV mengadakan pertemuan di Hotel Homann Bandung.
Dari pertemuan ini muncul ide untuk membangun sebuah observatorium besar di Hindia Belanda. Persiapan pembangunan observatorium dimulai pada 1920-1923.
Konstruksi yang sebenarnya terjadi pada 1923. Wolff Schoemaker kemudian ditunjuk sebagai arsitek. Pondasinya dibangun oleh De Hollandsche Beton Maatschappij.
Observatorium ini dibangun dengan dana Karel Rudolf Bosscha (1865-1928), seorang pengusaha perkebunan di kawasan Priangan. Dalam pembangunan observatorium ini, Bosscha mendapat bantuan dari pemilik peternakan sapi perah “Baroe Adjak” Ursone Brothers berupa lahan seluas 6 hektar di kawasan Lembang.
Observatorium selesai dan diberi nama Bosscha Starwatch. Nama Bosscha diberikan untuk menghormati karya Karel Rudolf Bosscha.
Pada 1879 Belanda membentuk perkumpulan di Bandung yang disebut Societeit Concordia. Tempat pertemuan Society Concordia pada awalnya merupakan toko untuk penduduk China perantauan.
Kemudian, pada 1895, toko itu dibeli dan diperluas. Bangunan ini dirancang pada 1921 oleh arsitek Van Galen Last dan C.P. Wolff Schoemaker menggunakan gaya Art Deco yang menekankan fungsionalitas dan struktur.
Setelah pembentukan Pemerintah Indonesia (1946-1950), dibentuk oleh pemerintah Haminte Bandung, Negara Pasundang dan Recomba Jawa Barat, gedung Concordia kembali digunakan sebagai gedung dewan umum. Pertunjukan seni, pesta, dan pertemuan publik lainnya biasanya diadakan di sini.
Sebelum Konferensi Asia-Afrika, gedung Societeit Concordia diserahkan kepada pemerintah Indonesia, setelah itu direnovasi dan diperbaharui untuk memenuhi kebutuhan Konferensi Asia-Afrika 1955.
Pada 7 April 1955, gedung ini berganti nama menjadi Gedung Merdeka Soekarno. Presiden mengubah nama jalan dari Jalan Pos menjadi Jalan Asia-Afrika, penamaan Gedung Merdeka didorong oleh perjuangan kemerdekaan negara-negara Asia dan Afrika yang masih terjajah.
Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat terletak di Jalan Dipati Ukur 48, Kota Bandung. Lokasinya berada di seberang Gedung Sate dan di depan kampus Universitas Padjajaran (Unpad) di Kota Bandung.
Tugu ini berdiri di atas lahan petak ± 72.040 m² dan luas bangunan ± 2.143 m². Model bangunan berbentuk bambu runcing dipadukan dengan arsitektur modern. Monumen ini didedikasikan untuk Gubernur Jawa Barat R. Nuriana pada 23 Agustus 1995.
Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat hanya memiliki koleksi tujuh diorama di ruang pameran yang tidak sebanding dengan ruangan pameran tetap, sehingga banyak area pameran permanen yang masih kosong dan tidak terisi dengan koleksi.
Nah, itu tempat bersejarah di Bandung yang bisa menjadi pilihan wisata saat berkunjung ke Kota Bandung.
Editor: Kurnia Illahi