“Ini (Nyiramkeun Pusaka) sudah rutin setiap tahun. Meskipun ada hubungan dengan Kerajaan Talaga, tapi pusaka-pusaka ini tidak dibawa ke Talaga, melainkan tetap di sini, disimpan ahli waris-nya. Sehari-hari yang disimpan masing-masing ahli waris leluhur, salah satunya di saya. Nah saat ritual Nyiramkeun ini, baru dikumpulkan,” kata Abah Enda, demikian pria yang lahir pada 1931 itu biasa dipanggil.
Dalam pelaksanaannya, ada beberapa perlengkapan yang digunakan untuk Nyiramkeun Pusaka itu. Jeruk nipis dan kembang adalah beberapa perlengkapan yang digunakan untuk nyiramkeun pusaka itu.
“Kalau air mah diambil dari tujuh sumur yang ada di tujuh blok di desa ini. Sebagian besar mah airnya dari Buk Nunuk, di Blok Cileweung. Sumur-sumur yang airnya digunakan untuk nyiramkeun itu adalah sumur yang selama ini dianggap membantu warga untuk memenuhi kebutuhan air mereka,” kata Abah.
“Ini lebih kepada pembelajaran untuk generasi penerus bahwa ada sejarah desa mereka. Memang kalau secara tertulis mah tidak ada. Saya juga ya tau-nya dari cerita-cerita orang tua. Jadi, tau-nya itu lewat mulut, cerita yang disampaikan para orang tua,” tutur dia.
Editor : Asep Supiandi
Artikel Terkait