Ketua P2TP2A Garut Diah Kurniasari. (Foto: iNews/II SOLIHIN)

Selain fakta tersebut, ujar Diah Kurniasari, saat melakukan pendampingan, para santriwati yang menjadi korban pelecehan seksual oleh Herry Wirawan, mereka mengurus diri secara mandiri di rumah atau mes yang disediakan sang guru. Sebab di mes tersebut tidak ada pengurus, selain pelaku Herry Wirawan.

"Ada yang bertugas memasak, membersihkan rumah, dan lain-lain. Sementara itu, untuk kegiatan belajar mengajar dilakukan secara home schooling, ada guru yang dipanggil. Jadi tidak ada tenaga pengajar (di Ponpes TM Cibiru dan MH Antapani)," ujar Diah Kurniasari.

Berdasarkan penuturan para korban, tutur Ketua P2TP2A Garut, mereka tidak dipaksa melayani pelaku Herry Wirawan. Tidak ada iming-iming. Namun dugaan modus pertama, pelaku Herry Wirawan melakukan aksi bejatnya dengan mengaku tidak dilayani oleh istrinya.

Akibat perbuatan bejat pelaku, tujuh santriwati asal Garut hamil dan melahirkan delapan anak. "Selama di sana mereka merasa dilindungi. Perbuatan pelaku itu dianggap diperbolehkan. Dari 11 anak (santriwati korban) yang kami dampingi, tidak semuanya hamil. Hanya tujuh yang hamil dan melahirkan 8 anak," tutur Ketua P2TP2A Garut.

Saat ini, kata Diah Kurniasari, P2TP2A Garut tengah memberikan trauma healing untuk memulihkan psikologi para korban. Seusai persidangan kasus ini, P2TP2A Garut akan memberikan semangat agar para korban bisa melanjutkan sekolah.


Editor : Agus Warsudi

Halaman Selanjutnya
Halaman :
1 2 3
BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network