Hery Wibowo mengatakan, kekalahan Arema FC, memicu pendukung menghasilkan perilaku crowd. Hal ini dapat terjadi karena suporter telah menganggap tim sebagai identitas sosial ataupun konsep diri mereka.
Maka, ketika sesuatu terjadi atau menimpa tim, seakan menyentuh harga diri (self esteem) ataupun sisi batin terdalam pendukungnya.
“Sehingga secara umum, kekesalan hingga kemarahan akan dapat mudah tersulut, karena jiwa dan pikiran suporter selalu berhubungan dengan tim dan seluruh dinamikanya. Seperti bagian tubuh yang lengkap, jiwa ujung jari terasa sakit, maka dirasakan oleh seluruh anggota badan yang lainnya,” ucap Hery Wibowo.
Karena itu, potensi crowd behavior, ujar Hery, seyogianya perlu diredam sedini mungkin dengan tata kelola atau pun manajemen pertandingan yang baik. Namun, antisipasi yang dilakukan bukan berarti harus anarkistis.
Di sisi lain, sistem pertandingan lapangan, baik penyelenggara, pemain, dan pengadil harus menjunjung tinggi sportivitas. Penegakan sportivitas dan penyelenggaraan pertandingan yang baik diharapkan dapat menularkan semangat sportivitas ke suporter.
“Penonton wajib terus diedukasi untuk menerima ‘kemenangan dan kekalahan’. Pertandingan yang berjalan sportif, akan dapat diterima baik oleh pendukung tim yang menang ataupun yang kalah,” kata Hery.
Editor : Agus Warsudi
bentrok suporter bentrokan suporter kelompok suporter kericuhan suporter kerusuhan suporter kerusuhan suporter sepak bola suporter rusuh antarsuporter Unpad Bandung Tragedi Kanjuruhan
Artikel Terkait