Kadisnakertrans Jabat Rachmat Taufik Garsadi. (Foto: SINDOnews/Agung Bakti Sarasa)

Aturan terkait KHL ini terdapat dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2020 dimana Dewan Pengupahan Provinsi harus segera menetapkan KHL berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Oktober 2020 ini. "Namun, sampai tanggal 27 (Oktober) rapat dewan pengupahan, data ini belum dirilis," ujar dia.

Alasan kedua, PP Nomor 78 Tahun 2015 juta mengatur tentang formulasi penetapan UMP, yakni UMP tahun berjalan dikalikan penambahan inflasi dan laju pertumbuhan ekonomi. "Nah, sampai saat ini kami belum menerima rilis data inflasi untuk triwulan ketiga dari BPS," tutur Taufik.

Menurut dia, jika UMP Jabar 2021 dipaksakan naik, bertentangan dengan aturan dalam PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Imbasnya, masyarakat Jabar bakal terkena sanksi.

"Kita gak punya dasar hukum untuk menaikkan UMP. Jika dilanggar, Gubernur (Jabar) bakal kena sanksi. Bukan hanya Gubernur, tapi juga masyarakat Jabar," kata dia.

Karena itu, Taufik meminta masyarakat, khususnya kaum buruh memahami keputusan yang diambil Pemprov Jabar demi kondusivitas dunia usaha di Jabar, khususnya di masa pandemi Covid-19 saat ini.

"Yang juga kami khawatirkan, jika UMP (2021) kita naikkan tanpa dasar hukum, bakal banyak perusahaan yang hengkang dari Jabar. Ujung-ujungnya, pengangguran bakal bertambah banyak," ujar Taufik.


Editor : Agus Warsudi

Halaman Selanjutnya
Halaman :
1 2 3
BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network