MAJALENGKA, iNews.id - Generasi yang lahir tahun 90-an ke bawah, hampir bisa dipastikan mengenal yang namanya permainan Congklak, atau Dakon. Permainan tersebut dimainkan oleh dua orang, dengan cara memasukkan batu atau kerang ke setiap congklak (cekungan).
Durasi untuk masing-masing pemain ditentukan dari ketersediaan batu atau kerang yang ada. Ketika batu terakhir masuk congklak atau Dakon yang terisi maka permainan akan berlanjut, lantaran ada tambahan 'amunisi' dari lobang terakhir itu.
Namun, ketika batu terkahir masuk di lubang yang tidak berisi maka permainan akan selesai. Permainan berganti di pihak lawan. Alat dakon sendiri, pada era 90-an terbuat dari plastik, dengan setiap sisi berbentuk cekungan, memutar.
Menelisik ke masa lalu, alat tersebut ternyata sudah ada. Bukan berasal dari plastik, melainkan batu. Batu Dakon, demikian orang sekarang menyebut batu jenis itu. Penyebutan itu lantaran di bagian tubuh batu itu terdapat cekungan yang mirip dengan permainan dakon.
Dikutip dari http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjatim/batu-dakon-2/, Batu dakon merupakan tinggalan masa prasejarah (megalitik) dengan ciri adanya lubang-lubang pada permukaan batu seperti pada papan permainan dakon.
Dari sumber lain disebutkan, Batu Dakon digunakan orang zaman dulu untuk menentukan masa tanam. Selain itu, ada juga penjelasan yang menyebutkan Batu Dakon merupakan tempat untuk sesaji yang digunakan orang zaman dulu.
Di Majalengka, tepatnya di Kelurahan Munjul, Kecamatan/Kabupaten Majalengka ditemukan Batu, yang jika dilihat dari fisik, masuk jenis Batu Dakon. Batu tersebut berada di daerah permukiman, tepatnya di pekarangan milik warga bernama Jojo.
"Ya tadinya mah nggak ngeh. Tapi ada orang yang bilang, ini beda sama yang lain. Dan disuruh disimpen di tempat yang lebih aman. Maksudnya, jangan di tempat yang jadi jalan orang-orang," kata Jojo.
Editor : Asep Supiandi
Artikel Terkait