Dukungan dan pengakuan dari ulama, tokoh masyarakat, dan pimpinan daerah semakin menguat. Hingga keberadaan Ponpes Suryalaya dengan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah-nya mulai diakui dan dibutuhkan.
Untuk kelancaran tugas dalam penyebaran Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah, Abah Sepuh dibantu oleh sembilan wakil talqin, dan beliau meninggalkan wasiat untuk dijadikan pegangan dan jalinan kesatuan dan persatuan para murid atau ikhwan, yaitu, Tanbih.
Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad berpulang ke Rahmattullah pada 1956 di usia 120 tahun. Kepemimpinan dan kemursyidannya dilimpahkan kepada putra kelima, yaitu KH Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin yang akbrab disapa Abah Anom.
Pada masa awal kepemimpinan, Abah Anom juga banyak mengalami kendala. Di antaranya pemberontakan DI/TII. Pada masa itu Ponpes Suryalaya sering mendapat gangguan dan serangan, terhitung lebih dari 48 kali serangan yang dilakukan DI/TII.
Juga pada masa pemberontakan PKI pada 1965, Abah Anom banyak membantu pemerintah menyadarkan kembali eks anggota PKI, untuk kembali kembali ke jalan yang benar menurut agama Islam dan negara.
Setelah itu Pondok Pesantren Suryalaya semakin dikenal ke seluruh pelosok Indonesia, bahkan sampai ke Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam, Thailand, dan Australia. Bahkan umat Islam di negara-negara Eropa dan Amerika.
Editor : Agus Warsudi
Artikel Terkait