Ridwan Kamil Ajak Petani Jabar Hasilkan Beras Organik
                
            
                TASIKMALAYA, iNews.id - Calon Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil mengajak para petani di Jabar untuk bisa menghasilkan beras organik. Menurutnya, dengan menghasilkan beras organik maka potensi terjadinya peningkatan kesejahteraan akan meningkat dua hingga tiga kali lipat. 
"Harga per kilogram di Amerika Serikat itu bisa mencapai Rp50 ribu. Padahal, harga dari petaninya dilepas seharga Rp7.000 per kilogram. Kemudian diolah oleh sistem teknologi dan diekspor dengan menghasilkan harga Rp17.000 per kilogram," kata Ridwan Kamil saat mengunjungi sentra beras organik di Kabupaten Tasikmalaya, Senin (2/4/2018) pagi.
Dia menyebutkan, teknologi beras organik yang dikembangkan kelompok tani di Kabupaten Tasikmlaya ini bisa diterapkan di Kabupaten/kota lain di Jabar. Teknologi beras organik bisa dilakukan petani di daerah lain dengan memanfaatkan lahan yang sama tetapi hasilnya lebih menguntungkan. 
Cagub Jabar nomor 1 ini juga mengaku akan terus mengedukasi para petani untuk bisa menerapkan pola tanam beras organik. Sebab, tanpa ada edukasi dan contoh yang dilakukan dan bantuan dari pemerintah, pengembangan beras organik akan sulit bisa diterima oleh petani. 
"Memang perlu edukasi 1-2 tahun dulu. Orang Indonesia itu kudu (harus) ada contoh heula (dulu). Artinya, petani yang melakukan ini (organik) sama-sama orang Jabar yang dulunya memiliki permasalahan sistem, pemasaran dan kesejahteraan. Sekarang meningkat pesat dan tinggal diduplikasi," ungkap dia. 
Menurut Emil, memberikan edukasi kepada masyarakat memang membutuhkan waktu. Seperti yang dilakukan saat memimpin Kota Bandung. "Sama waktu di Bandung juga begitu. Gak ada yang mau serius dengan smart city. Taoi setelah diedukasi, semuanya mengikuti," kata Emil. 
Terkait perubahan pola tanam petani yang awalnya dilakukan secara konvensional dan berubah menjadi hasil panen organik juga diyakini bisa dilakukan. Kabupaten Tasikmalaya merupakan contoh sejunlah kelompok taninya mampu menghasilkan beras organik yang memiliki nilai jual tinggi. 
"Ini membuktikan Pak Uu sebagai Bupati Tasik yang memiliki wilayah yang mampu mengekspor beras organik terbaik ke dunia di Indonesia yang berasal dari Kabupaten Tasikmalaya," kata dia. 
Selain meningkatkan kesejahteraan, budidaya pertanian organik juga dapat mengatasi krisis regenerasi bidang pertanian. Dalam pandangan Emil, banyaknya anak-anak petani yang tidak lagi melanjutkan profesi orangtuanya di bidang pertanian, dan memilih bekerja di sektor industri, karena hasil yang diterima dalam bentuk UMR dinilai lebih menarik. 
Solusinya, menurut Emil, saat dia terpilih sebagai gubernur nanti adalah dengan menghadirkan program "Satu desa satu produk," atau "One village, one product". Menurut Emil, program ini akan memberikan aktifitas tambahan kepada para petani dan anak petani, di luar profesi utama yang ditekuni. 
"Para petani di sela waktu luang, ataupun saat tidak menggarap lahan pertanian, tetap punya aktifitas yaitu mengkreasi produk. Dengan begitu pendapatan dari pertanian meningkat, juga ada kegiatan sampingan yang memberikan tambahan penghasilan" ujarnya.
Sementara itu, Ketua Gapoktan Simpatik yang bertempat di Tasikmalaya, Uu Saiful Bahri mengatakan, sistem budidaya dan produksi beras organik yang dikembangkan Gapoktan Simpatik telah berlangsung sejak 2006, dan kini produknya telah menjadi andalan ekspor Kabupaten Tasikmalaya. 
"Alhamdulillah, ekspor beras organik produksi Gapoktan Simpatik, telah menembus Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa seperti Belgia, Jerman, dan Italia" ujar Uu.
Ditambahkanya, beras organik produksi Gapoktan Simpatik rata-rata dijual dengan harga Rp 21.000 per kilogram, untuk beras putih dan Rp 22.000 - 25.000 per kilogram untuk beras merah. Di Amerika Serikat, harga perkilonya meningkat menjadi sekitar Rp 50.000 per kilogram.
Beras organik relatif lebih mahal, menurut Uu karena dalam prosesnya ada tahapan-tahapan kegiatan produksi, yang harus dilaporkan ke lembaga proses sertifikasi, untuk kemudian diperoleh sertifikat organik. "Dengan begitu, tidak bisa mengklaim bahwa beras yang diproduksi adalah beras organik, karena ada proses dan tahapan sertifikasinya," kata Uu.
Editor: Himas Puspito Putra