PT Bandung Beri Perhatian Serius terhadap Restitusi Korban Herry Wirawan
BANDUNG, iNews.id - Pengadilan Tinggi (PT) Bandung memberi perhatian serius terhadap restitusi atau ganti rugi bagi korban kebiadaban Herry Wirawan sebesar Rp331 juta lebih. Ketua PT Bandung menugaskan hakim yang memahami persoalan ini untuk memeriksa perkara di tingkat banding nanti.
Sikap PT Bandung itu mengemuka dalam pertemuan antara Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu dengan Ketua PT Bandung Herri Swantoro di PT Bandung, Jumat (25/2-2022). Hadir pula dalam pertemuan itu, bersama Kepala Biro Pemenuhan Permohonan LPSK Muhammad Ramdan dan Wakil Ketua PT Bandung Mas Hushendar.
Edwin Partogi mengatakan, ada beberapa agenda yang dikoordinasikan dalam pertemuan tersebut. Pertama, LPSK menyampaikan informasi bahwa Jawa Barat merupakan asal permohonan perlindungan terbanyak ke LPSK.
Berdasarkan undang-undang, LPSK konsen kepada tindak pidana tertentu dan dapat memberikan perlindungan fisik, pemenuhan hak prosedural, bantuan medis, rehabilitasi psikologis, dan psikososial.
“Kedua, berdasarkan UU, LPSK diberikan kewenangan untuk menetapkan JC (justice collaborator). Namun masih sedikit APH (aparat penegak hukum) yang merujuk karena masih berlakunya SEMA (Surat Edaran Mahkaman Agung) Nomor 4 Tahun 2011,” kata Wakil Ketua LPSK.
Ketiga, tutur Edwin, dalam setahun terakhir, LPSK banyak berinteraksi dengan Mahkamah Agung dalam penyusunan Peraturan Mahkamah Agung tentang restitusi dan dilibatkan dalam diklat hakim khususnya pada isu restitusi. Hasilnya, terlihat sepanjang tahun lalu, telah terjadi peningkatan putusan hakim yang mengabulkan restitusi.
Salah satu yang menjadi perhatian LPSK adalah perkara Herry Wirawan. “LPSK mengapresiasi putusan hakim yang telah berperspektif pemenuhan hak korban. Namun, LPSK menilai restitusi yang dibebankan kepada Kementerian PPPA kurang tepat,” ujarnya.
Sebagaimana norma yang disebutkan secara eksplisit dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban, kata Edwin Partogi, restitusi merupakan ganti kerugian bagi korban dan keluarganya yang dibayarkan oleh pelaku atau pihak ketiga.
“Ternyata, dari pihak PT (Pengadilan Tinggi Bandung) telah menangkap pesan soal polemik pembebanan restitusi pada putusan hakim PN Bandung kepada KPPPA sebagai bagian negara,” tutur Edwin.
Karena itulah, kata Wakil Kepala LPSK, langkah penuntut umum yang sudah mengajukan banding atas putusan itu akan mendapatkan perhatian dari Pengadilan Tinggi (PT) Bandung. Bahkan, Ketua Pengadilan Tinggi Bandung menugaskan hakim yang memahami persoalan ini untuk memeriksa perkara di tingkat banding nanti.
“Ketua PT juga berencana menggelar semacam rapat koordinasi yang menghadirkan para hakim di jajaran PT Bandung. Disitu LPSK diminta berbagi informasi dan pengalaman seputar pemenuhan hak saksi dan korban,” ucap Wakil Ketua LPSK.\
Rapat koordinasi semacam itu, ujar Edwin, sangat strategis untuk memberikan tambahan informasi dan masukan kepada para hakim sehingga putusan yang dijatuhkan nanti tidak hanya berorientasi menghukum pelaku, tetapi juga menghadirkan keadilan bagi korban.
Diketahui, soal restitusi Rp331 juta lebih masih menjadi polemik. Pasalnya, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung dalam putusannya justru membebankan restitusi kepada negara, dalam hal ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) bukan kepada terpidana Herry Wirawan.
Sejumlah pihak, termasuk Jaksa Agung ST Burhanuddin menilai putusan pembebanan restitusi kepada negara itu, keliru. Sebab, tidak ada dasar hukumnya. Jaksa Agung telah memerintahkan Kejati Jabar mengajukan banding. Selain agar hakim menjatuhkan vonis hukuman mati, juga merevisi pembebanan restitusi dari negara ke terpidana.
Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga pun menyatakan keberatan dengan pembebanan restitusi itu kepada Kemen PPPA karena tidak memiliki dasar hukum. Sebab, dalam kasus ini, Kemen PPPA tidak dapat menjadi pihak ketiga yang menanggung restitusi.
Namun, Kemen PPPA masih menunggu putusan incracht (berkekuatan hukum tetap). Saat ini, Kemen PPPA akan membahas masalah restitusi itu dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Merujuk pada Pasal 1 UU 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang dimaksud dengan Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada Korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga. Restitusi tidak dibebankan kepada negara," kata Bintang Puspayoga.
Editor: Agus Warsudi