PPKM Diperpanjang, Begini Tanggapan Pekerja Seni dan Pedagang di Majalengka
“Sekalipun ada sebagian yang masih bisa bekerja, tetap ada banyak hal keterbatasan, kerja juga enggak nyaman. Aku kangen kerja di tempat yang layak, nggak di pelosok atau pedalaman yang mana terkadang jalan sulit ditempuh. Selain itu equipment (peralatan) juga tidak memadai,” ujar dia.
“Misalnya memakai mik musala atau mik salon aktif rumahan yang echo-nya 18 kali. Itu sangat tidak nyaman. Iya better (lebih baik) lah, daripada nggak boleh sama sekali,” tutur Niz.
Sementara itu, Ketua Majalengka Singers Community (MSC) Rekha Dewi Asgarini mengatakan, tidak bisa berbuat banyak dengan perpanjangan PPKM. Sebab, selama ini, pembatasan aktivitas lewat PPKM tak dibarengi dengan solusi yang bijak.
“Ya sedihlah, marah. Marahnya bercabang kaditu-kadieu (ke sana ke mari). Sedih, marah sama pemerintah. Sedih, marah sama temen-teman yang abai Prokes. Percuma kan kita prokes ketat, sementara sekitar kita abai. PPKM menurut saya tidak terlalu efektif. Apalagi aturan dan pembatasan pada masa PPKM tidak diseimbangkan dengan solusi. Maka yang terjadi adalah PPKM justru membuat imun turun,” kata Rekha.
Sebagai pekerja seni yang aktivitasnya di atas panggung, ujar dia, MSC selalu memperhatikan prokes. Meskipun tidak nyaman, tetapi mereka tetap melaksanakannya, karena kondisi mereka ‘mengharuskan’ tetap beraktivitas. “Kami selalu prokes ketat. Di depan stage pake plastik transparan. Nggak apa-apa kami nyanyi kaya di dalem aquarium,” ujarnya.
Editor: Agus Warsudi