Optimisme Seni Budaya Semakin Maju lewat Inovasi Seni Tradisi Lokatmala Foundation
CIANJUR, iNews.id - Sejumlah seniman optimistis seni budaya di Tanah Air, khususnya di Kabupaten Cianjur, akan semakin maju dan berkembang. Para pelaku dan komunitas seni budaya dalam wadah Lokatmala Foundation atau Yayasan Kebudayaan Lokatmala Indonesia terus melakukan inovasi seni tradisi.
“Kami optimistis pemajuan kebudayaan di Indonesia khususnya di Cianjur akan semakin tumbuh dan berkembang. Karena kita memiliki generasi penerus di Lokatmala Foundation yang memiliki komitmen serius dan sungguh-sungguh dalam memajukan kebudayaan,” kata Pimpinan Pondok Pesantren Al-Mizan Jatiwangi Majalengka KH Maman Imanulhaq saat memberikan orasi budaya pada Lokatmala Nite di Pendopo Ageung Tumaritis Cianjur, Jumat (26/8/2022) malam.
Mantan Direktur Relawan Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf itu menyatakan, Kabupaten Cianjur memiliki kekuatan literasi keagamaan kuat yang berbasis pada seni budaya. Tembang Sunda Mamaos Cianjuran, di dalamnya mengandung spirit keagamaan dan nilai-nilai yang dibutuhkan bangsa ini.
“Syair-syair Mamaos Cianjuran adalah spirit tentang pentingnya ngaji. Sehingga narasi-narasi kebencian atas nama agama tentu tak perlu hadir. Di Cianjur lahir ulama-ulama besar yang telah menyontohkan bagaimana agama hadir dalam memelihara keberagaman, toleransi, dan perdamaian,” ujar anggota Komisi VIII DPR RI tersebut.
Lokatmala Foundation, kata Kiai Maman, sapaan akrab KH Maman Imanulhaq, telah memulai pelestarian tradisi berkesenian dan berkebudayaan dengan penuh inovasi. Beradaptasi dengan unsur-unsur modern tanpa meninggalkan akar tradisi agar bisa terus lestari.
“Kalau kita memulai sesuatu sesuai dengan tradisi seperti yang dilakukan Lokatmala, saya meyakini semua doanya bagi pemajuan kebudayaan akan diijabah,” tutur Kiai Maman.
Kabupaten Cianjur, kata Kiai Maman, budayanya sangat lengkap, kesenian dan tradisinya juga luar biasa beragam. “Sepertinya Ibu Kota Negara (IKN) itu cocok juga kalau di Cianjur,” ucap Kiai Maman bercanda, disambut tepuk tangan hadirin.
Kiai Maman menyatakan, penonton tadi menyaksikan suara-suara dan gerak tari yang dipertontonkan tim Lokatmala tidak lain adalah ekspresi dari keagamaan. “Sebagai bentuk cinta kepada Tanah Air melalui penghormatan terhadap seni budaya,” ujarnya.
“Kita yakin jika narasi dan gerak kebudayaan itu mendapat tempat yang baik mala tidak akan ada orang yang menggunakan agama sebagai identitas politik untuk menebarkan kebencian kepada pihak lain,” tutur Kiai Maman.
Diketahui, sejumlah tokoh dari berbagai latar belakang, pengusaha, budayawan, pelaku UMKM, akademisi hingga politisi menghadiri Lokatmala Nite yang diinisiasi Yayasan Kebudayaan Lokatmala Indonesia atau Lokatmala Foundation itu.
Kegiatan tersebut seolah melelehkan kebekuan ruang batin publik setelah hampir dua tahun dunia terus bergelut dengan pandemi Covid-19. Selain Kiai Maman, tampak hadir Wakil Bupati Cianjur TB Mulyana Syahrudin, budayawan Cianjur Abah Ruskawan, Tatang Setiadi, dan Adam Jabbar.
Tokoh lainnya yang ikut memberikan apresiasi di antaranya Wakil Ketua DPRD Cianjur Deden Nasihin, Ketua Forum RWRT Cianjur Daseng Hakimi, anggota Tim Percepatan Pembangunan Cianjur Royke Taufan Maulana, dan Sekretaris Tanfidziyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Cianjur KH M Subchan ZE.
Wakil Bupati Cianjur TB Mulyana Syahrudin mengatakan, Gerakan kebudayaan Lokatmala Foundation patut diapresiasi oleh pemerintah. Kehadirannya telah membawa gairah baru bagi perkembangan seni budaya di daerah, khsususnya di Kabupaten Cianjur.
“Saya mengenal pertama kali Lokatmala Foundation ini ketika Kabupaten Cianjur memulai upaya revitalisasi Kampung Adat Miduana di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul. Lokatmala menjadi pendamping seni budaya di wilayah yang akan menjadi salah satu destinasi unggulan pariwisata di Cianjur itu,” kata Wabup Cianjur.
TB Mulyana Syahrudin menyatakan, semakin mengenal Lokatmala Foundation saat Helaran Budaya Cianjur. Saat itu Ketua Lokatmala Foundation Wina Rezky Agustina tampil dengan membawa tema Jatayu. “Dari seluruh kecamatan yang tampil sepertinya ada yang berbeda, ternyata di belakangnya ada Lokatmala,” ujar TB Mulyana Syahrudin.
Indonesia, tutur Wabup Cianjur, memiliki Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan sebagai acuan legal-formal untuk mengelola kekayaan budaya. “Kehadiran Yayasan Kebudayaan Lokatmala Indonesia atau Lokatmala Foundation adalah ekspresi pelaksanaan UU tersebut yang patut kita dukung,” tutur Wabup Cianjur.
Lokatmala Bangun Pembelajaran
Ketua Yayasan Kebudayaan Lokatmala Indonesia, Wina Rezky Agustina, menjelaskan, Lokatmala Foundation didirikan untuk membangun pembelajaran, pengembangan, dan pelestarian kebudayaan bangsa dalam arti seluas-luasnya melalui kegiatan seni pertunjukan, aksi kemanusiaan dan pendidikan.
Namun ibarat bayi, kata Wina, Lokatmala, belum bisa berbuat apa-apa, bahkan untuk sekedar bergerak dan bersuara pun masih membutuhkan bantuan tangan dan kasih sayang dari orang-orang baik yang ada di sekelilingnya.
“Lokatmala artinya adalah bunga namun bunga langka, yakni bunga Edelweiss yang hanya ada di puncak gunung-gunung tinggi, seperti di puncak Gunung Gede Pangrango. Edelweis, sering dimaknai sebagai ketenaran, ketenangan, kemuliaan dan keabadian,” kata Wina Rezky Agustina.
Dalam bahasa Sunda, ujar Wina, Lokat mengandung arti membersihkan. Sedangkan Mala artinya bencana, wabah, atau sesuatu yang tidak baik atau buruk. Jadi Lokat Mala memiliki arti secara harfiah, membersihkan diri dari bencana, wabah atau hal-hal yang tidak baik atau buruk.
“Lirik atau rumpaka Tembang Sunda Cianjuran atau mamaos, Lokat Mala, karya Bakang Abubakar (1980) yang menceritakan tentang keindahan alam Gunung Gede Pangrango, telah menginspirasi lahirnya Lokatmala Foundation,” kata Wina.
Menurut Wina, dari rumpaka itu betapa romantika dan refleksi kehidupan penuh kesadaran, pemenuhan ruang batin, sekaligus penuh ekspresi telah melahirkan kesadaran tanpa batas bagi upaya pemaknaan diri.
“Itulah jalan kebudayaan yang senantiasa diperjuangkan oleh Lokatmala Foundation, hari ini juga nanti,” ujar Wina yang dalam pidatonya sesekali menyelipkan tembang mamaos Cianjuran yang dinyanyikan dengan iringan musik secara live.
Tembang Lokat Mala itu, Wina, telah menginspirasi dan membangun gairah bagi pertumbuhan dan perjumpaaan kebudayaan bagi dirinya selaku salah satu pendiri Lokatmala Foundation.
“Ibarat usai ‘silanglang di batu dongdang’, energi baru merekah berkah sehingga siapapun yang mencapainya segan pulang sebelum membawa mustika itu dimanapun. Mustika itu adalah kepribadian bangsa yang terurai dalam ragam budaya yang agung yang dimiliki bangsa ini,” tuturnya.
Wina berharap kehadiran Lokatmala bisa memantik kreatifitas baru dan menularkannya kepada yang lain. Menjadi virus positif untuk tumbuhnya jejaring kekuatan baru dalam derap langkah kebudayaan yang kadang terseok karena nihilnya keberpihakan kita pada jati diri bangsa yang sesungguhnya.
“Saatnya kita membangun karya. Karya yang bisa kita kerjakan meskipun dalam ritmis kecil dan temaram lilin kemasygulan. Kita terus bekerja untuk kebudayaan dengan jalan lurus kesungguhan. Malam ini kami mulai dengan Bismillah, dan doakan kami mencapainya!” ucap Wina.
Sementara itu, Pegiat Budaya Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Dhika mengatakan, Cianjur tidak hanya dikenal akan tanah subur, makmur, alam indah, dan masyarakatnya yang ramah, tetapi juga daerah dengan keanekaragaman seni dan budaya.
“Betapa tidak, beragam jenis kesenian, ritus, adat, permainan, serta objek pemajuan kebudayaan lainnya dapat kita temukan di Kabupaten Cianjur ini,” kata Dhika yang juga Direktur Program Lokatmala Foundation tersebut.
Maka tidaklah mengherankan, ujar Dhika, ketika Cianjur dinobatkan sebagai pusat kebudayaan di Priangan saat Cianjur menjadi Ibu Kota Kresidenan Priangan tahun 1819-1864.
“Saat itu banyak para pujangga yang sengaja datang ke Cianjur untuk mempelajari kebudayaan kita, untuk kemudian ditransmisikan kembali dari generasi ke generasi selanjutnya di luar sana,” ujar alumnus Pascasarjana Universitas Gadjah Mada itu.
Sayang, tutur Dhika, mungkin karena terlalu terbuai hingga abai pada nasib budaya kita, kabar kesenian khas Cianjur saat ini cenderung ‘pikamelangeun’ (menghawatirkan, red).
“Ganjar Kurnia pernah menulis sebuah sajak yang kemudian disanggi oleh ubun kubarsah. Melang sebuah tembang yang tak hanya tembang, tetapi juga sarat akan muatan nilai dan kondisi faktual terkait kebudayaan kita hari ini,” tutur Dhika yang dalam kegiatan Lokatmala Nite itu membawakan sejumlah puisi dan syair mamaos.
Dhika mengatakan, kebudayaan adalah DNA bangsa ini, dan kekuatan budaya merupakan sebuah modal utama dalam membangun sebuah bangsa.
“Apalah artinya renda-renda kesenian bila terpisah dari derita lingkungan. Apalah artinya berpikir bila terpisah dari masalah kehidupan. Kesadaran adalah matahari. Kesabaran adalah bumi. Keberanian menjadi cakrawala dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata,” ucap Dhika menyitir puisi Paman Doblang karya WS Rendra.
Editor: Agus Warsudi