get app
inews
Aa Text
Read Next : Data Pemilih di Garut Berkurang 232.185 Orang dalam 2 Bulan, Ini Penyebabnya

Kampung Adat Pulo, Syiar Islam di Leles Garut pada Abad ke-17 Dimulai dari Sini

Sabtu, 01 Oktober 2022 - 08:48:00 WIB
Kampung Adat Pulo, Syiar Islam di Leles Garut pada Abad ke-17 Dimulai dari Sini
Gerbang masuk Kampung Adat Pulo, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Tujuh bangunan di kampung adat ini masih terawat dan terjaga keasliannya. (FOTO: FANI FERDIANSYAH)

GARUT, iNews.id - Kampung Adat Pulo berlokasi tak jauh dari objek wisata Situ dan Candi Cangkuang, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Kampung ini diyakini sebagai tonggak sejarah berkembangnya syiar Islam di Leles, Garut.

Warga Kampung Adat Pulo masih memegang teguh adat istiadat leluhur. Kampung Adat Pulo berdiri sejak abad ke-17 saat masyarakat di sekitarnya masih menganut agama Hindu

Seiring berjalannya waktu, syiar Islam di Kampung Adat Pulo berkembang. Masyarakat yang semula memeluk Hindu berhijrah menjadi penganut agama Islam sampai saat ini.

Juru Pelihara Kampung Adat Pulo Tatang (75) menceritakan asal mula berdirinya kampung adat tersebut. Dikisahkan, Kampung Adat Pulo didirikan oleh Eyang Embah Dalem Arif Muhammad pada abad ke-17.

Eyang Embah Dalem Arif Muhammad datang untuk menyebarkan agama Islam. "Islam masuk ke sini pada abad ke-17 dipimpin Kanjeng Sunan Arif Muhammad. Saat itu didirikan pesantren yang namanya Kerta Rahayu," kata Tatang, ditemui di Kampung Pulo, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles. 

Rumah-rumah di Kampung Adat Pulo masih berdiri kokoh dan terawat dengan baik. (FOTO: FANI FERDIANSYAH)
Rumah-rumah di Kampung Adat Pulo masih berdiri kokoh dan terawat dengan baik. (FOTO: FANI FERDIANSYAH)

Semula penduduk Kampung Pulo memeluk Hindu, agama yang berkembang sejak abad ke-8. Pengaruh Hindu setidaknya tampak pada peninggalan Candi Cangkuang. 

Tatang pun menyebut, dahulu Kampung Pulo bernama Kertarahayu. "Jarak antara masuknya Islam dengan pengaruh Hindu di Kampung Pulo cukup jauh, sekitar 9 abad," ujar Tatang.

Sejak abad ke-17, kampung adat ini hanya memiliki tujuh bangunan yang terdiri atas enam rumah dan satu musala. Keenam rumah dan satu mushala itu, melambangkan anak-anak dari Eyang Embah Dalem Arif Muhammad. 

"Karena Embah Dalem Arif Muhammad punya keturunannya hanya tujuh, enam perempuan dan satu laki-laki, maka anak perempuan yang enam ini dilambangkan dengan rumah-rumah. Sedangkan satu anak laki-lakinya yang meninggal sejak masih kecil dilambangkan dengan musala," ucapnya. 

Masyarakat yang kini berada di Kampung Pulo merupakan keturunan Eyang Embah Dalem Arif Muhammad. Tatang menyebut saat ini Kampung Pulo ditempati oleh genereasi kedelapan, kesembilan, dan kesepuluh. 

Dari tujuh bangunan di Kampung Adat Pulo, satu di antaranya merupakan musala. (FOTO: FANI FERDIANSYAH)
Dari tujuh bangunan di Kampung Adat Pulo, satu di antaranya merupakan musala. (FOTO: FANI FERDIANSYAH)

Tatang sendiri mengaku sebagai keturunan kedelapan dari Eyang Embah Dalem Arif Muhammad. "Saya ditugaskan untuk menjaga situs-situs budaya yang ada di sini seperti makam karomah, karomah para aulia," ujar Tatang. 

Tatang menuturkan, terdapat beberapa pantangan yang sampai saat ini masih dipegang teguh dan dijaga warga adat di Kampung Pulo, yaitu, tidak boleh berziarah pada Selasa dan Rabu. Kemudian dalam satu rumah tidak diperbolehkan ada dua kepala keluarga yang menetap.

"Misal anaknya menikah. Paling lama dua minggu mereka di sini, lalu harus keluar. Terkecuali, kalau ibu bapaknya sudah meninggal, jadi anaknya bisa kembali lagi (ke Kampung Pulo) untuk mengisi kekosongan," tuturnya.

Kemudian pantangan lain, kata Tatang, tidak boleh membangun rumah beratap jurey, harus memanjang, tidak boleh memukul gong besar, dan tidak boleh menyimpan peliharaan kaki empat yang besar, seperti sapi, kerbau dan kambing.

Berdasarkan kepercayaan setempat, apabila ada warga yang melanggar, salah satu aturan yang sudah ditetapkan itu, akan timbul malapetaka bagi warga Kampung Adat Pulo.

Makanan khas Kampung Adat Pulo tak jauh berbeda dengan kudapan khas Jawa Barat, yaitu burayot, seroja, dan opak gogondoh. Makanan ini, banyak beredar di luar Kampung Pulo. 

"Penyebabnya karena sekarang ini sudah banyak sekali keturunan adat Kampung Pulo yang menyebar di luar. Jumlahnya bukan hanya seratus dua ratus, tapi sudah ribuan," tutur Tatang.

Editor: Agus Warsudi

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut