Disharmoni Perda KTR Bogor dengan PP 109 Tahun 2012 Timbulkan Ketidakpastian Usaha
JAKARTA, iNews.id – Kalangan dunia usaha menilai Peraturan Daerah (Perda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Pemkot Bogor Nomor 10 Tahun 2018 menghambat iklim usaha. Regulasinya dianggap tidak mendukung upaya pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan ekonomi rakyat serta kepastian berusaha bagi para investor.
Perda perubahan atas Perda Nomor 12 Tahun 2009 itu tidak selaras dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Pada pasal 16 ayat 2 Perda KTR disebutkan, orang dan/atau lembaga dan/atau badan yang menjual rokok di tempat umum dilarang memperlihatkan secara jelas jenis dan produk rokok. Sementara PP No 109 Tahun 2012 masih memperbolehkan pemajangan produk rokok di tingkat ritel.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menjelaskan, kondisi ini memunculkan ketidakpastian usaha bagi masyarakat golongan kecil yang berprofesi sebagai pedagang, maupun usaha sedang dan menengah, yang bergerak di penjualan ritel.
“Pertanyaannya simpel, rokok itu barang legal atau tidak? Putusannya, rokok adalah barang yang legal dan boleh untuk diperjualbelikan. Dalam konteks itu, apa yang diatur di Bogor ini paradigmanya antirokok. Apakah benar (kebijakan) seperti itu? Mahkamah Konstitusi sudah menetapkan bahwa rokok adalah barang legal,” kata Endi pada Diskusi Trijaya FM bertema “Uji Materi Perda KTR Bogor dan Kepastian Investasi di Era Jokowi” di Jakarta (13/2/2020).
Untuk itu, pemerintah harus bisa mengatasi kebuntuan dalam sinkronisasi antara peraturan dan perundang-undangan yang ada dengan perda. Sebab, kebijakan atau peraturan pemerintah daerah selama ini menghambat investasi masuk sehingga pertumbuhan ekonomi di daerah sulit meningkat secara signifikan.
Editor: Maria Christina