Dedi Mulyadi Nangis Bertemu Guru Ngaji di Cibukamanah Purwakarta Ini, Kenapa?
PURWAKARTA, iNews.id - Anggota DPR RI Dedi Mulyadi menangis saat bertemu dengan guru ngaji yang juga penggembala kambing bernama Ijoh. Perempuan paruh baya itu tinggal di Desa Cibukamanah, Kecamatan Cibatu, Kabupaten Purwakarta.
Dedi menangis bukan karena melihat penderitaan Ijoh, tetapi lebih kepada keteguhan hati dan kejujuran luar biasa perempuan tersebut. “Saya seumur hidup berkeliling baru pertama kali bertemu seseorang yang memiliki nalar spiritual, keimanan, keteguhan hati yang luar biasa. Saya tak kuat menahan air mata ini. Baru saya nemuin orang jujur kaya si ibu (Ijoh),” kata Kang Dedi.
Pertemuan dengan Ijoh bermula saat Kang Dedi Mulyadi berkeliling menggunakan sepeda motor. Sesampainya di Cibukamanah, Kang Dedi melihat sejumlah anak sedang bermain di tepian hutan. Anak tersebut membuat rumah-rumahan di atas sebuah pohon. Anak-anak tersebut menemani Ijoh, ibu mereka yang sedang menggembala domba di tengah hutan.
Dalam pertemuan tersebut terungkap Ijoh memiliki enam anak, ditambah dua anak titipan. Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, Ijoh bersama suami bekerja sebagai guru ngaji, beternak domba, menjadi buruh tani tandur (menanam padi) dan ngarambet atau menyiangi tanaman padi yang baru tumbuh di sawah.
“Subuh sama Magrib ngajar ngaji anak-anak di sini. Kalau siang ngangon (menggembala) domba, kadang ikut tandur, kerja apa aja,” kata Ijoh kepada Kang Dedi.
Ijoh, suami, dan anak-anaknya tinggal di sebuah rumah di lahan milik seorang dokter yang bekerja di Jakarta. Di rumah tersebut total dihuni oleh 12 orang. “Bu dokter mah tinggalnya di Jakarta. Saya disuruh ngurusin kebon terus bikin rumah di situ,” ujarnya.
Singkat cerita Ijoh tengah kebingungan karena salah satu anaknya yang lulus SMP akan melanjutkan SMA di salah satu pondok pesantren di Banten. Selain itu anak-anaknya yang lain termasuk anak yang dititipkan kepadanya baru naik kelas dan belum memiliki peralatan untuk sekolah.
Ijoh menceritakan dulu pernah terbantu oleh Dedi Mulyadi saat menjabat sebagai Bupati Purwakarta. Saat itu dia diberi ternak kambing dan bedah rumah. Sayangnya, domba pemberian Kang Dedi terpaksa dijual karena saat itu anaknya sakit dan membutuhkan uang Rp800.000.
Uniknya, Ijoh tak tahu pria yang ada di hadapannya adalah Dedi Mulyadi. Sebab, Kang Dedi berpenampilan seperti bikers lengkap dengan jaket kulit hitam dan helm sehingga membuatnya tidak dikenali.
Sementara, selama menjadi Bupati Purwakarta, Kang Dedi sering mengenakan pakaian pangsi dan iket di kepala. “Dulu pernah dikasih domba dari Pak Dedi, Bupati Purwakarta, Alhamdulillah dikasih anak embe. Tapi dijual karena anak sakit harganya Rp 800 ribu,” tutur Ijoh.
Ijoh sangat berharap bisa bertemu dengan Dedi meski hanya sepintas saja. Ia ingin mengucapkan terima kasih karena dulu pernah tertolong dengan bantuan ternak dan bedah rumahnya. “Pak Dedi itu orang baik, suka tolong orang susah. Saya pingin ketemu langsung,” ucapnya.
Kang Dedi Mulyadi pun mulai mengisengi Ijoh. Dia mempertanyakan sosok Dedi yang selama ini dikenal sebagian orang sebagai sosok yang buruk. “Kata orang Pak Dedi itu orangnya musyrik. Katanya Pak Dedi itu suka didemo gara-gara suka bikin patung. Dia didemo sampai dikafirkan orang-orang,” ujar Dedi pada Ijoh.
“Enggak kata saya mah baik. Pak Dedi itu mah orang baik suka tolong orang. Jangan lihat sisi jeleknya aja. Kalau bikin patung buat disembah emang gak boleh, tapi kan Pak Dedi bikin buat hiasan jadi bagus. Memang orang baik kaya Pak Dedi pasti banyak yang benci,” kata Ijoh.
“Sebagai orang Islam, saya tidak pernah melihat orang dari satu sisi, kalau kata saya mah Pak Dedi baik orangnya. Saya mah bukan memuji, tapi memang Pak Dedi banyak kebaikannya, sudah terbukti begitu. Namanya kehidupan, pasti ada yang suka ada yang gak suka,” ujarnya.
Kang Dedi pun lantas menanyakan kembali domba yang akan dijual Ijoh. Domba tersebut ditawarkan Ijoh Rp400.000 untuk dibelikan seragam dan ongkos anaknya berangkat pesantren ke Banten.
Dedi pun kembali mengetes Ijoh. Ia memintanya untuk menjelek-jelekan Dedi Mulyadi sebagai orang yang musyrik dan dikafirkan oleh sebagian orang.
“Ya maaf saja, Pak. Saya mah selalu keingetan Pak Dedi pernah ngasih kambing, anak saya sakit jadi ketolong. Saya bukan memuji tapi mendoakan aja supaya orang kaya Pak Dedi itu diberi keselamatan kesehatan umur yang panjang. Saya mah gak mau (menjelekkan Dedi). Saya bukan orang seperti itu. Walaupun orangnya gak ada saya gak mau menjelekkan orang. Gak mau saya mah,” ucap Ijoh.
“Tapi ibu kan butuh uang,” timpat Dedi.
“Ada rezeki gak apa-apa, gak ada juga gak apa-apa. tapi saya gak mau menjelekkan orang, bahaya. Apa gunanya ngejelekin orang untuk kepentingan saya sendiri, saya gak mau. Walaupun saya dikasih Rp10 juta saya gak mau. Lebih baik saya jual domba ini Rp400.000 aja ke orang. Saya gak mau dibeli walaupun bapak mau kasih saya Rp10 juta,” ujar Ijoh.
Dedi pun langsung mengeluarkan uang jutaan rupiah dari kantongnya. Tak diduga Ijoh langsung lari menghindari pemberian tersebut. Akhirnya Dedi mengikuti keinginan Ijoh yang tetap ingin menjual dombanya Rp400.000.
Dia tak mau menjual lebih karena domba miliknya berukuran kecil dan patutnya dihargai Rp400.000. Setelah ada kesepakatan Dedi pun meninggalkan lokasi dan akan mengambil domba tersebut nanti.
Rupanya Dedi pergi dari lokasi tersebut untuk berbelanja kebutuhan bahan pokok dan sejumlah perangkat sekolah mulai dari tas, buku hingga sepatu.
“Ini peristiwa yang paling membekas di hati saya tentang kesetiaan dan kesederhanaan seorang ibu yang mencintai anak-anaknya. Kemiskinan tak membuat rasa empatinya hilang pada sesama. Kesungguhan pada pendirian tidak membuat dia tergoda dengan uang,” ujar Dedi.
Setelah berbelanja Dedi kembali menemui Ijoh dan anak-anaknya untuk memberikan kebutuhan pokok dan seperangkat alat sekolah. Salah satu yang diberikan adalah buku bergambar Dedi Mulyadi menggunakan pangsi dan iket yang menjadi ciri khasnya. Sontak buku tersebut langsung dipeluk dan diciumi oleh Ijoh.
Saat Ijoh meneliti buku tersebut terdapat kemiripan dengan sosok pria yang ada di depannya. Ijoh pun meminta pria tersebut untuk membuka jaket dan penutup kepala. Namun pria yang sebenarnya Dedi Mulyadi itu mengelak dan malah meminta anak-anak untuk mencoba langsung sepatu yang baru dibeli.
Tak lama Dedi meminta diantar ke kandang untuk mengambil domba yang tadi telah dibeli. Namun Ijoh tetap fokus dan berkeyakinan jika orang di depannya adalah Dedi Mulyadi.
“Pak kok mirip yang di buku kaya Pak Dedi,” ucap Ijoh.
“Bukan, Pak Dedi itu suka pake iket. Ibu fitnah-fitnah saya loh gak boleh, Bu. Saya Yudi mau bikin pabrik ayam di sini,” kata Dedi berkilah.
Ijoh yang semakin yakin jika sosok pria di depannya adalah Dedi langsung berlari dan duduk bersimpuh. Ia pun langsung menangis seraya berterima kasih pada Dedi Mulyadi yang sudah banyak menolong orang-orang termasuk dirinya.
Merasa penyamarannya sudah terbongkar dan melihat Ijoh menangis di hadapannya Kang Dedi Mulyadi pun mengakui segalanya. Namun Kang Dedi tetap memuji Ijoh yang memiliki keteguhan hati dan selalu bersyukur setiap hari.
“Justru ibu yang baik, ibu ngurusin anak orang ngajarin ngaji tiap hari, bersyukur tiap hari. Ibu selalu bersyukur dengan apa yang didapat, berterima kasih pada orang yang membantu, tidak semua orang punya jiwa seperti ibu. Yang penting semua udah bisa sekolah, yang satu bisa nyantri,” ucap Dedi.
“Kambingnya gak usah, diurus saja buat anak-anak. Ibunya yang sehat, uangnya dimanfaatkan dengan baik untuk investasi di rumah jangan dihabisin, anak tetap ke pesantren, utang HP dilunasi. Makanannya dimanfaatin, diatur dengan baik, ibu sudah punya tabungan kambing dan uang. Ibu punya investasi yaitu keikhlasan dalam hidup dan bersyukur pada setiap yang diterima,” pungkas Kang Dedi Mulyadi.
Editor: Agus Warsudi