Bayi di Tasikmalaya Meninggal usai Dibuat Konten Foto Baby Newborn Tanpa Izin, Cek Faktanya

BANDUNG, iNews.id - Kasus bayi baru lahir dengan berat badan (BB) rendah meninggal usai dibuat konten foto Baby Newborn tanpa izin. Namun fakta sebenarnya diduga gegara pelayanan buruk klik bersalin.
Unggahan foto dan narasi tentang kejadian itu viral di media sosial (medsos) Instagram dan X yang diunggah akun @nadiaanastasyasilvera di Instagram dan diunggah ulang oleh akun @folkshit di X itu pun ramai menjadi perbincangan hangat warganet di media sosial (medsos).
Selain foto bayi dan kedua orang tuanya, @nadiaanastasyasilvera, yang merupakan kakak kandung dari ayah korban Erlangga Surya Pamungkas juga mengunggah surat pengaduan yang disampaikan Erlangga kepada Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) KOta Tasikmalaya Uus Supangat.
Surat tersebut berisi kronologi kejadian yang ditulis oleh Erlangga.
"Assalamualaikum Wr.Wb. Saya atas nama ERLANGGA SURYA PAMUNGKAS warga Kecamatan Bungursari, Kota Tasikmalaya ingin membuat pengaduan kepada Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya perihal pelayanan yang sangat buruk di salah satu klinik yang ada di Kecamatan Bungursari Kota Tasikmalaya. Ada pun kronologisnya akan saya uraikan dari awal sampai akhir dengan jelas dan rinci sesuai yang saya dan istri saya alami," tulis Erlangga Surya Pamungkas dalam surat pengaduannya.
Pada hari Senin tanggal 13 November 2023 sekitar pukul 16.00 WIB, tulis Erlangga, istri Nisa Armila datang ke Klinik Alifa yang beralamat di Bantarsari, Kecamatan Bungursari, Tasikmalaya karena merasa sudah tidak kuat akan segera melahirkan anak kami yang pertama.
Usia kehamilan istri tepat 36 minggu atau 9 bulan. Istri saya sudah sering kontrol (check up) ke klinik tersebut ditangani oleh Bidan Dwi dan bidan pun menyatakan bahwa kondisi kehamilan istri saya dalam keadaan normal dan baik-baik saja.
"Sore itu istri saya berangkat dengan kakak nya ke Klinik Al karena posisi saya pada saat itu sedang di tempat kerja, tetapi oleh bidan jaga di klinik tersebut di suruh pulang karena menurut bidan jaga istri saya masih pembukaan 2 padahal keadaan istri saya sudah sangat lemas dan terlihat seperti akan segera melahirkan," ujar Erlangga.
Kemudian, tutur Erlangga, istri pulang lagi ke rumah. Lalu pukul 20.00 WIB, Erlangga kembali membawa istri ke Klinik Al karena kondisi istri sudah tidak bisa lagi sakit perut nya. Di klinik pun istri saya tidak dilayani dengan baik oleh bidan jaga.
"Bidan tersebut malah terus main handphone, tidak mempedulikan istri Erlangga yang sudah sangat kesakitan, dan bidan itu pun bilang akan diperiksa pukul 24.00 WIB," tutur Erlangga.
"Sekitar pukul 21.30 istri saya ingin buang air kecil, saya antar istri saya ke toilet. Saat itu istri saya banyak keluar darah dan air ketuban. Saya pun bilang ke bidan dan tanggapan bidan itu sudah biasa katanya dan belum waktunya untuk melahirkan karena masih pembukaan 2," ucap dia.
Erlangga pun kembali membawa istri saya ke ruang bersalin berusaha menguatkan dan menenangkan agar tidak kehabisan tenaga saat melahirkan. Bidan jaga tersebut masih tetap tidak mempedulikan istri saya, dan terus saja bilang belum waktunya melahirkan dan akan kembali dicek pada pukul 24.00 WIB.
Tanpa memberikan edukasi dan pelayanan yang baik kepada ibu hamil, bagaimana agar proses persalinan lancar, masih tetap sibuk dengan handphonenya. Setelah istri Erlangga terus-terusan menangis kesakitan, barulah ditindak dan dilihat keadaannya.
Tepat pukul 22.00 WIB istri Erlangga melahirkan. Saat proses melahirkan, bidan berhenti main handphone. Yang lebih parahnya bidan jaga tersebut malah menjadikan istri saya bahan praktik kepada mahasiswa yang sedang praktek di kilinik tersebut. Bidan jaga menunjukkan hal-hal yang berkaitan dengan mata kuliah kebidanan kepada mahasiswi praktek.
"Berat bayi pada saat lahir menurut bidan jaga di Klinik Al yaitu 1,7 kg, tanpa memberitahu berapa tinggi bayi. Pihak keluarga menanyakan jenis kelamin bayi, BB, dan TB bayi, berapa jumlah jahitan istri saya, si bidan tidak memberitahu. Bahkan keluarga juga tidak diperbolehkan masuk ke ruang bersalin. "Ya mungkin karena takut keluarga tahu kalau istri saya di jadikan bahan praktek mahasiswa," ujar Erlangga.
"Yang membuat saya sakit hati juga yaitu salah satu bidan malah menyuruh istri saya ke kamar mandi untuk bersih-bersih sendirian, yang benar saja masa ibu yang baru selesai melahirkan di suruh bersih bersih sendirian ke kamar mandi,di suruh buang air kecil sendirian, istri saya masih sangat lemas, pusing, napasnya juga sesak, mau bangun pun bingung," tutur Erlangga.
"Karena takut kenapa-kenapa, kakak saya (Nadia Anastasya Silvera) meminta bantuan bidan untuk memapah, tapi bidan tidak memperdulikan sama sekali. Kakak saya yang memapah istri saya ke kamar mandi, yang membersihkan darah istri saya di kamar mandi," ucap Erlangga.
Erlangga menyatakan, istrinya dibiarkan tidak dirawat dengan baik pascamelahirkan. Masih banyak sisa darah di badan istri. Darah di punggung, perut, semuanya, sama sekali tidak dibersihkan, hanya ditutupi kain samping.
"Malah kakak saya yang membersihkan darah pascamelahirkan, mengganti baju istri saya karena banyak darah di baju. Setelah dibersihkan, kakak saya kembali menidurkan istri saya ke ruang bersalin," ujar dia.
"Sepengetahuan saya, bayi dengan berat kurang dari 2 kg itu harus diinkubator dengan alat inkubator yang sesuai standard medis. Ini hanya alat inkubator sederhana. Yang parahnya anak saya diinkubator dalam posisi memakai baju 2 lapis, dipakaikan sarung tangan, dan pernel bayi," tutur Erlangga.
Waktu itu kakak Erlangga menanyakan kondisi bayi saya kepada bidan jaga. Bidan menyebutkan bahwa kondisi bayi tidak normal BB-nya kecil dan napasnya tidak dalam kondisi baik. Bidan jaga tersebut bilang akan koordinasi dulu dengan pihak rumah sakit, apakah harus diinkubator atau tidak.
"Kakak saya juga bertanya, kapan bisa dikasih ASI, karena kasian bayi nya belum di kasih apa pun. Bidan jaga memberikan jawaban katanya belum bisa soalnya masih belum bagus kondisi napasnya, dan bidan juga menyebutkan akan diobservasi setiap satu jam sekali. Nanti kalau udah bisa dikasih ASI, dikasih tau kata bidan tersebut kepada kakak saya," ucapnya.
Bidan di sana, tutur Erlangga, tidak ada yang jaga satu orang pun. Tidak ada yang standby satu orang pun. Semua bidan pada tidur, menutup pintu ruangan tidur nya dengan rapat. Satu jam, dua jam, tiga jam, Erlangga menunggu hasil observasi dari bidan, tapi hasilnya nihil. Empat jam pukul 03.15 WIB dini hari, Erlangga menggedor pintu ruangan bidan.
"Dengan perasaan sungkan saya ketuk pintu kamar bidan, saya tanyakan ke bidan bagaimana hasil observasi yang tadi sudah bidan bicarakan kepada kakak saya karena selama 4 jam, anak saya tidak dikasih ASI dan tidak dicek setiap satu jam sekali sesuai pembicaraan awal dengan kakak saya," ujar Erlangga.
Saat itu bidan bilang belum ada jawaban dari pihak rumah sakit. Tapi tidak lama kemudian bidan langsung memberitahukan bahwa anak Erlangga sudah bisa di berikan ASI.
"Lalu bidan membawa anak saya ke ruangan ibu untuk disusui. Tetapi yang sangat saya sayangkan bidan tidak memastikan bahwa ASI-nya ada atau tidak ASI-nya masuk atau tidak ke anak saya. Seharusnya mungkin si bidan membantu istri saya memastikan bahwa ASI benar-benar masuk, si bidan malah melanjutkan tidur nyenyaknya, tidak mempedulikan keadaan anak dan istri saya. Kakak saya yang membantu istri saya menyusui anak saya," tutur dia.
Saat itu, kata Erlangga, anaknya tidak mampu menyusu kepada ibunya. Erlangga terpikir apakah tidak bisa bidan membantu istri untuk menyusui anaknya. Sampai subuh anak Erlangga masih dalam posisi dipangku oleh istri. Bidan pun belum bangun.
"Pukul 07.00 WIB anak saya dimandikan oleh bidan dengan waktu yang sangat lama sekali. Semua keluarga tidak tahu di mana anak saya dimandikan. Saya jadi curiga dan punya pikiran negatif bahwa anak saya di jadikan bahan praktek juga dalam hal memandikan bayi itu hanya pikiran negatif saya saja, karena istri saya pun dijadikan praktek pada saat melahirkan," ucap Erlangga.
Pukul 08.30 WIB, ujar Erlangga, anaknya selesai dimandikan. Yang jadi pertanyaan, apakah bayi 1,7 kg bisa dimandikan? Lalu bidan jaga memberitahu bahwa anak dan istri saya di perbolehkan pulang, saya kira hanya istri saya saja yang pulang, ternyata anak saya juga disuruh pulang.
"Anak bayi 1,7KG di suruh pulang? Tidak salah? Beberapa kali ibu Tati Nurhayati, saya menanyakan dan memastikan kepada bidan jaga, apakah benar ini anak di suruh pulang? Apakah sehat? Apakah normal? Apakah tidak harus di bawa ke rumah sakit untuk di incubator? Melihat BB nya saja sangat jauh di bawah normal," kata Erlangga.
Tapi beberapa kali juga bidan menyebutkan bahwa si anak sehat, normal, tidak perlu dibawa ke rumah sakit dan tidak perlu dihangatkan di rumah. Setelah itu, Erlangga membereskan administrasi pembayaran. Istri menggunakan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Erlangga mengira tidak perlu membayar karena ada KIS tersebut, tetapi Erlangga tetap membayar Rp1.000.000 tanpa diberikan kwitansi, tanpa memberitahu saya bayar dengan jumlah tersebut itu untuk apa.
"Anak saya pulang pun tidak diberikan surat kepulangan, berkas-berkas kepulangan, surat keterangan sehat bahwa anak sudah di perbolehkan pulang dan di rawat di rumah. Hanya bilang 3 hari ke depan harus kontrol, lalu mana surat kontrol nya? Sama sekali tidak di berikan surat atau berkas apa pun," ujar dia.
Kemudian pukul 09.00 WIB, Erlangga membawa anak dan istri pulang. Di rumah anak tidak masuk ASI sama sekali. Istri pun ASI nya tidak keluar. Bidan menyarankan membeli susu penambah berat badan. Ibu Erlangga pun membeli susu penambah berat badan tersebut dengan merek yang di rekomendasikan bidan jaga yang menyuruh anak dan istri Erlangga pulang.
"Selama beberapa jam di rumah, anak saya tidak masuk susu. Pukul 18.00 WIB, anak saya sempat BAB, selesai dibersihkan saya ajak main sebentar anak saya, dia senyum ke saya. Saya tidurkan anak saya, 5 menit kemudian sekitar pukul 21.00 istri saya memanggil-manggil saya sembari menangis, dia bilang anak kami detak jantungnya berhenti dan tidak gerak," tutur Erlangga.
"Lalu istri saya menelepon bidan di Klinik Alifa karena sesuai arahan bidan kalau ada apa-apa menghubungi pihak klinik saja, tapi apa yang terjadi? istri saya menelepon tidak ada jawaban, lalu telepon mereka tidak aktif. Tidak menunggu saya langsung bawa anak saya ke Klinik Alifa, sesampainya di sana, klinik malah tutup dengan di kunci gembok. Saya gedor-gedor gerbang Klinik karena panik ingin memastikan kondisi anak saya. Lumayan lama saya gedor-gedor pintu gerbang klinik, lalu ada bidan yang membukakan pintu gerbang," ucapnya.
"Saya meminta bidan jaga untuk memeriksa anak saya, ada satu laki-laki entah itu dokter atau siapa, dia memeriksa anak saya lalu menyebutkan bahwa anak saya sudah meninggal. Setelah memeriksa anak saya, laki-laki tersebut pergi menghilang entah ke mana. Ada empat orang bidan saat itu, tapi tiga orang bidan malah sembunyi. Keluarga menangis histeris pun tidak ada yang peduli apalagi menenangkan kami. Anak saya meninggal? Kenapa? Karena apa? Apa penyebabnya? Tidak ada penjelasan apa pun dari pihak Klinik. Satu orang pun tidak ada yang menjelaskan. Lalu saya harus bagaimana ini? Anak saya lahir tidak di berikan surat kelahiran," ujar dia.
Anak Erlangga pulang tidak diberikan surat keterangan sehat dan berkas kepulangan, dan anak meninggal pun tidak diberikan surat kematian. "Klinik macam apa Al ini? Apakah SOP di Al seperti ini? Mempekerjakan bidan-bidan yang tidak profesional, dipakai percobaan praktik, bad attitude, pelayanan yang sangat buruk," tutur Erlangga.
Karena penasaran, apakah anak masih hidup, Erlangga bawa anaknyya ke Rumah Sakit Jasa Kartini Tasikmalaya, karena badan anak masih hangat dan Erlangga ingin memastikan, karena dari Klinik Al tidak ada kepastian. Sesampainya di rumah sakit Jasa Kartini, anak dibawa ke IGD, lalu ditangani oleh suster dan dokter jaga. Anak Erlangga ditangani dengan sigap dengan baik. Suster di Rumah Sakit Jasa Kartini memompa jantung anak saya, mengecek saturasi oksigen anak dan memberikan oksigen.
"Sebelumnya suster menimbang BB anak saya, dan hasil nya 1,5 kg. Suster dan dokter di sana semua kaget kenapa ini anak dengan BB yang hanya 1,5 kg kok bisa pulang? Kenapa ga di incubator? Minimal inkubator untuk bayi dengan BB 1,5K k adalah selama tujuh hari atau sepuluh hari menurut suster di Rumah Sakit Jasa Kartini," ucap dia.
Mereka menanyakan melahirkan di mana karena kaget kok bayi dengan BB tersebut dibolehkan pulang, Erngga bilang di Klinik Al. Dokter dan suster geleng-geleng kepala sayang menyayangkan kenapa dipulangkan yang harusnya diberikan perawatan intensif dan diberikan banyak ASI ini malah bidang menyarangkan tidak boleh diberikan ASI.
Oleh RS Jasa Kartini diberikan surat kematian. Erlangga pulang dengan hati yang sangat sakit, dengan rasa penyelesan terbesar kenapa harus melahirkan di Klinik Al. Erlangga pulang membawa bayi yang suci tidak berdosa yang disepelekan oleh Klinik Al, menggunakan ambulans.
Besoknya pada Rabu 15 November 2023 pukul 07.00 WIB, Nadia Anastasya Silvera, kakak Erlangga mendatangi Klinik Al untuk meminta klarifikasi atas meninggalnya anak Erlangga. Nadia meminta keterangan dari bidan yang pada saat itu jaga di klinik.
Sayangnya, bidan-bidan jaga dan mahasiswa praktik menyembunyikan keberadaan bidan yang pada saat itu melakukan praktik kepada mahasiswa, yaitu, Bidan Dwi Yunit yang attitude-nya sangat buruk, bersikap tidak ramah, dan jutek.
Selama 1,5 jam, Nadia kakak Erlangga menunggu Bidan Dwi. Kemudian tiba-tiba sudah ada di ruangan. Padahal selama Nadia di sana, menunggu di pintu masuk tidak ada Bidan Dwi masuk ke pintu depan.
"Berarti selama 1,5 jam tadi Bidan Dwi sembunyi tidak mau keluar dan menemui kakak saya, karena bidan-bidan yang jaga bilang kalau Bidan Dwi tidak ada. Kenapa seperti takut? Kakak saya mengetahui bidan yang pada saat lahiran istri saya, yaitu, Bidan Dwi namanya baru saat itu, karena kami sekeluarga tahunya Bidan Dwi sedang berada di luar kota," tutur Erlangga.
"Kami sekeluarga bukan tidak menerima takdir, karena kami tahu takdir sudah ada yang mengatur. Hanya saja yang sangat kami sayangkan yaitu pelayanan dan perawatan yang sangat buruk yang menyebabkan anak saya meninggal dunia. Anak saya bukan binatang saja di layani dengan baik oleh dokter hewan, saya ke Klinik Alifa tidak gratis, saya bayar," ujar dia.
Kalau saja bidan-bidan di Klinik Alifa sudah memberikan pelayanan yang perawatan yang intensif kepada anak dan istri, Erlangga tidak akan menuntut tidak akan mengadukan tidak akan meminta keadilan dan pertanggung jawaban kepada pihak klinik karena mereka semua sudah berusaha memberikan yang terbaik.
"Karena pelayanan yang buruk, kelalaian bidan, dan diduga malapraktik maka dari itu saya ingin meminta keadilan dan pertanggung jawaban kepada pihak Klinik. Saya dan keluarga berharap Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya sebagai lead yang berhubungan dengan kinerja bidan-bidan di Tasikmalaya, SOP pelayanan medis itu seperti apa, perawatan intensif kepada ibu dan bayi baru lahir itu harus bagaimana, bisa memberikan pelayanan yang terbaik dengan menindaklanjuti secara tegas kepada Klinik Al Bantarsari Kota Tasikmalaya agar tidak ada lagi korban berikutnya seperti anak saya, terimakasih. Wassalamualaikum Wr.Wb," kata Erlangga.
Surat itu dibubuhi tanda tangan Erlangga Surya Pamungkas dan bermaterai. Di bawahnya, Erlangga membuat catatan: Menimbang dan mengingat kronologis atau historical kejadian tanggal 13 November 2023 maka dari itu Bapak dan ibu serta jajaran Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya agar kiranya kejadian tersebut bisa di tinda lanjuti dengan mempertimbangkan:
1. UU No.17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan
2. UU No.4 Tahun 2019 Tentang Kebidanan 3. UU No.38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan
4. UU No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan
5. Permen RI No.9 Tahun 2014 Tentang Klinik
Editor: Agus Warsudi