Banyak Fosil Hewan Purba, Sirtwo Island Saguling Bakal Jadi Bagian Geopark Rajamandala
BANDUNG BARAT - Kawasan Sirtwo Island, Waduk Saguling, Kampung Suramanggala RT 01/01 Desa Baranangsiang, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat (KBB), bakal menjadi bagian dari Geo Park Rajamandala. Di kawasan ini ditemukan sejumlah fosil hewan purba.
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) KBB, saat ini sedang mengkaji rencana tersebut sebagai upaya konservasi. Sekaligus mendorong Sirtwo Island menjadi wahana edukasi sejarah kebumian dan peninggalan peradaban Bandung Purba.
"Sedang dikaji ke arah sana karena kan (Sirtwo Island) dengan kawasan Geopark Rajamandala tidak terlalu jauh," kata Kepala Disparbud KBB Heri Partomo, Rabu (20/10/2021).
Menurut Heri Partomo, rancangan detail terkait rencana konservasi fosil di Saguling masih dibicarakan bersama tim peneliti dari ITB dan Museum Geologi. Nantinya jika itu terwujud maka usulan kawasan Geopark Rajamandala meliputi 4 kecamatan. Yaitu, Kecamatan Padalarang, Cipatat, Saguling, dan Cipongkor.
Heri meyakini proses tersebut akan membutuhkan waktu yang cukup lama karen harus melalui berbagai kajian. Sementara ini pihaknya baru memberikan edukasi ke masyarakat sekitar agar menjaga, mengawasi, dan tidak merusak aset alam tersebut dari aktivitas apapun, termasuk penambangan.
"Sementara ini kita dorong masyarakat sekitar dan pihak kecamatan agar mengawasi supaya tidak ada yang merusak. Sambil menunggu keputusan lanjutan ke depan dari para peneliti," ujarnya.
Lebih lanjut dikatakannya, kawasan Geopark Rajamandala memiliki pesona alam yang eksotis. Keindahan alam dan bebatuan khas peradaban Bandung Purba berada di beberapa lokasi seperti surga fosil di Sirtwo Island, jejak manusia purba di Guha Pawon.
Selain itu, terdapat juga jejak sejarah kebumian cekungan Bandung di Stone Garden, Tebing Hawu, Tebing 125, Pabeasan, Curug Halimun, Sanghyang Heuleut, Sanghyang Tikoro, Sanghyang Poek, Sanghyang Kenit dan Cikahuripan.
"Ke depan kita juga akan membuat museum Goa Pawon. Setelah jadi bukan tidak mungkin Fosil dari pulau Sirtwo juga di simpan di situ," tutur Heri.
Diketahui, baru-baru ini, ditemukan fosil di Sirtwo Island di tengah Waduk Saguling, KBB. Penemuan yang berawal dari laporan masyarakat tersebut kemudian diteliti lebih lanjut oleh Tim dari Prodi Teknik Geologi ITB.
Selama kegiatan survei, tim melakukan pengamatan di 17 titik di sepanjang Pulau Sirtwo. Tim berhasil memverifikasi bahwa tulang yang ditemukan pada batuan di sepanjang pulau merupakan fosil, bukan hewan yang sifatnya modern/kontemporer/hari ini.
Kesimpulan tersebut disampaikan oleh Mika Rizki Puspaningrum SSi MT PhD dari KK Paleontologi dan Geologi Kuarter, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB).
“Fosil-fosil yang ditemukan di permukaan dan juga yang telah terekspos kemudian diangkat dan disimpan oleh pihak yang berwenang di lokasi. Berdasarkan temuan tersebut, tim berhasil mengidentifikasi fosil-fosil yang telah dikumpulkan,” ujarnya.
Adapun, fosil-fosil yang ditemukan berasal dari kelompok Bovidae (sapi, kerbau dan banteng), Cervidae (kelompok rusa) dan Elepha maximus (gajah).
Mika menyatakan, kronologi penemuan fosil tersebut berawal sekitar 2020. Saat itu, beberapa warga lokal mengembangkan objek wisata Sirtwo Island, pulau-pulau di sekitar Bendungan Saguling, yang dulunya dimanfaatkan warga untuk menambang pasir. Sudah dilakukan beberapa kali wisata terbatas ke sana. Awalnya wisata yang ada hanya susur perahu, foto-foto di pinggir danau, dan ke menara Sirtwo Island.
“Sambil mengeksplorasi pulau, Pak Rizky (penggiat Pemandu Geowisata Indonesia) mendapatkan laporan dari warga sekitar yang bernama Pak Jahidin mengenai batuan yang seperti tulang. Kemudian beliau mengecek ke lapangan, lalu mengambil beberapa foto. Foto tersebut disampaikan kepada salah satu anggota tim, yang kemudian berinisiatif untuk mengecek lokasi tersebut untuk melakukan verifikasi temuan warga,” ujarnya.
Survei dilakukan pada dua hari berbeda yaitu Minggu, 10 Oktober dan Jumat, 15 Oktober 2021 yang melibatkan Alfend Rudyawan (KK Geodinamika dan Sedimentologi), Astyka Pamumpuni (KK Geologi Terapan), Sukiato Khurniawan (Dosen Prodi Geologi Universitas Indonesia, Alumni T Geologi ITB angkatan 2011) dan Alfita Handayani (Dosen T Geodesi ITB).
Editor: Agus Warsudi