Polusi udara di DKI Jakarta. (FOTO: ISTIMEWA)

Setiap musim kemarau, ujar Dr Windy, penduduk Sumatera dan Kalimantan sering merasakan penurunan kualitas udara akibat asap dari kebakaran lahan gambut. Kebakaran pada September 2019, salah satu yang terparah. Nilai maksimum rata-rata harian konsentrasi PM 2,5 adalah 1.100 per m3m3.

Dr Windy menyatakan, memburuknya kualitas udara di Indonesia tak bisa dilepaskan dari lahan gambut. Formasi lahan gambut dimulai dari gugur dan tumbangnya daun, ranting atau batang di hutan hujan tropis. Proses ini yang sudah terjadi selama jutaan tahun menyebabkan bagian-bagian tumbuhan ini menumpuk di lantai hutan dan menggenang dari air hujan. 

Kondisi ini membuat oksigen tidak dapat masuk ke jasad tanaman, dan mikroorganisme membutuhkan waktu sangat lama untuk mengurainya dalam kondisi anaerobik. Karena itu, bagian-bagian tumbuhan ini tidak dapat terurai secara sempurna dan mengakumulasi menjadi lahan gambut, tanah organik dengan kandungan karbon tinggi.

Kandungan karbon sebanyak itu, ujar Dr Windy, berasal dari hasil fotosintesis tanaman yang mengikat karbon dioksida di udara dan sebagian tersimpan di jasad tanaman. “Tumpukan jasad tanaman tadi sebenarnya sama dengan tumpukan karbon atau biasa disebut dengan carbon pool,” ujar Dr Windy.

Indonesia, tutur Dr Windy, mempunyai lapisan gambut cukup dalam, sampai belasan meter. Lahan gambut di Indonesia berperan penting sebagai salah satu carbon pool terbesar di dunia sebesar 57 Gigaton. Namun, lahan gambut di Indonesia saat ini sedang mengalami degradasi. Sebab, seharusnya lahan tersebut mengikat karbon, tetapi justru melepaskannya ke atmosfer.


Editor : Agus Warsudi

Halaman Selanjutnya
Halaman :
1 2 3 4
BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network