"Peraturan ini seharusnya digunakan sebagai acuan atau panduan dalam menangani kasus yang terjadi di SMKN 2 Kota Padang, Sumatera Barat tersebut," ucapnya.
Retno menyatakan, Pasal 6 huruf (i) Permendikbud tersebut mengkategorikan tindakan kekerasan termasuk di antaranya adalah, tindak kekerasan atas dasar diskriminasi terhadap suku, agama, ras, dan/atau antargolongan (SARA) merupakan segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasar kanpada SARA yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan, pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan atas hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan.
Terkait permasalahan ini, ujar Retno, KPAI Bidang Pendidik merekomendasikan, pertama, sekolah diduga kuat melanggar UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan UU Nomor 39/1999 tentang HAM.
Ketentuan dalam berbagai peraturan perundangan tersebut dapat digunakan karena pihak sekolah telah membuat aturan sekolah bersifat diskriminatif terhadap SARA sehingga mengakibatkan ada peserta didik yang berpotensi mengalami intimidasi karena dipaksa menggunakan jilbab, padahal dirinya beragama non-Islam
Karena itu, KPAI mendorong Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat memeriksa Kepala SMKN 2 Kota Padang dan jajarannya dengan Permendikbud Nomor 82/2015 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan dan mengacu pada peraturan perundangan apa saja yang dilanggar pihak sekolah.
"Pemberian sanksi walaupun hanya surat peringatan menjadi penting agar ada efek jera. Sanksi harus maksimal sesuai ketentuan dalam PP 53/2010 ttg Disiplin PNS mengingat kepala sekolah dan jajarannya di sekolah negeri umumnya adalah ASN (aparatur sipil negara)," ujar Retno.
Editor : Agus Warsudi
Artikel Terkait