Indonesia, tutur Netty, punya undang-undang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga. Namun ada baiknya Indonesia juga memperkuat undang-undang yang ada agar terus bisa menyelenggarakan pengasuhan yang benar dan tepat buat anak-anak. Karena, jika yang hari ini mereka berusia 0 sampai 5 tahun, atau berusia 6 sampai 12 tahun di bangku SD, suatu saat mereka yang akan menjadi pelanjut estafet pemimpin bangsa di masa akan datang.
"Jadi tidak ada salahnya jika kemudian mulai melihat lagi seperti apa institusi keluarga yang kita harapkan di masa yang akan datang. Kita sering bicara tentang bonus demografi, tapi kita merasa takut bagaimana memperkuat institusi keluarga. Padahal bonus demografi itu dihuni oleh begitu banyak kelompok usia produksi yang akan menanggung beban kelompok usia non-produktif," tutur Netty.
Saat ini, kata Netty, persentase usia produktif di Indonesia hampir 60 persen dihuni oleh generasi Z atau zillenial. Oleh karena itu, negara harus melakukan sesuatu dengan kebijakan, program, dan tentu dukungan anggaran untuk memperkuat ketahanan keluarga. Sebagai mikrosistem, keluarga harus mampu menyadari bahwa sebetulnya dari keluarga lah kemudian orang bisa berkontribusi besar kepada masyarakat.
"Saya berharap mudah-mudahan berbagai kasus yang menimpa keluarga kita, baik kekerasan, penindasan, termasuk hubungan sejenis yang berujung pada pembunuhan dan mutilasi, menjadi yang terakhir karena kita semua memiliki kesadaran untuk memperkokoh ketahanan keluarga," ucap Netty Prasetiyani.
Editor : Agus Warsudi
dimutilasi kasus mutilasi korban mutilasi mutilasi pelaku mutilasi pembunuhan mutilasi pria korban mutilasi RUU Ketahanan Keluarga kota cirebon komisi IX DPR
Artikel Terkait