"Saya teringat ketika kita bicara tentang keluarga adalah institusi sosial terkecil di masyarakat yang sangat menentukan masa depan bangsa seharusnya kita mulai kembali memperkokoh, memperkuat ketahanan keluarga kita. Karena di keluarga itulah kita ditanamkan nilai kebaikan, termasuk juga nilai agama," tutur Netty.
Beragama di Indonesia, kata Netty, didukung oleh nilai-nilai Pancasila dengan beragama agama yang menjadi pilihan. Nilai agama itu lah yang membuat orang bisa mengatakan tidak terhadap setiap tindakan kekerasan.
"Kita bisa mengatakan tidak kepada setiap tindakan yang merugikan diri dan orang lain. Dengan agama pula lah kita bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Itu semua diawali dari dalam pendidikan keluarga," ucap dia.
Netty berharap berharap, undang-undang dan regulasi mampu memotret apa yang selama ini menjadi keresahan dan kekhawatiran masyarakat, khususnya orang tua dalam melindungi anak mereka dari seperti yang saya sebutkan sebagai BDSM.
"Jika ada undang-undang atau regulasi ternyata belum mampu meng-cover apa yang menjadi kebutuhan masyarakat dan warga negara dalam menyelenggarakan pola pengasuhan, ya saya secara pribadi sebagai anggota Komisi IX DPR mendorong mana undang-undang yang perlu direvisi atau bahkan mana undang-undang baru yang memuat norma-norma agar semakin melindungi institusi keluarga," ujar Netty.
Saat ini, tutur dia, institusi keluarga di Indonesia banyak yang digerogoti oleh nilai-nilai destruktif seperti itu. Bicara tentang keluarga, satu, Indonesia baru selesai menjalani pandemi. Dalam situasi pandemi, banyak sekali keluarga yang mengalami kerentanan ekonomi, sosial, kematian orang tua, dan perceraian. Hal-hal ini yang membuat imunitas keluarga melemah atau mengalami sebuah masalah.
Editor : Agus Warsudi
dimutilasi kasus mutilasi korban mutilasi mutilasi pelaku mutilasi pembunuhan mutilasi pria korban mutilasi RUU Ketahanan Keluarga kota cirebon komisi IX DPR
Artikel Terkait