Tentu momen itu, ujar Netty, menjadi kesempatan berharga bagi para orang tua menanamkan nilai-nilai kebaikan, berdasarkan falsafah Pancasila yang telah menjadi konsensus Bangsa Indonesia.
Dalam Pancasila ada nilai ketuhanan, kemanusiaan, semangat persatuan, kerakyatan dalam memutuskan sebuah perkara, dan semangat untuk menghadirkan kesamaan dan kesetaraan yang disebut sebagai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Jadi kalau sekarang kita menilik satu kasus, yang terjadi di Jogja, misalnya, terjadi pembunuhan disertai mutilasi, dilakukan oleh orang yang memiliki orientasi seksual sesama jenis terhadap seorang mahasiswa yang melakukan penelitian, tentu saya sebagai perempuan mengutuk keras ya kejadian seperti ini. Perbuatan yang luar biasa melanggar nilai kemanusiaan dan Pancasila," ujar Netty.
Netty menuturkan, ketika bicara tentang kekerasan, yang sangat beragam, mulai dari bondage, dominansi, penguasaan, penindasan, sampai sadism atau sadisme, dan juga mosokis, tentu satu hal yang diperbanyak dan menjadi tumbuh subur dengan kemajuan teknologi yang membuat hari ini dunia borderless atau tanpa batas.
Akibat kemajuan teknologi, dunia tanpa batas geografi yang jelas dan mutlak. Semua bisa saling tertukar, saling menyeberang antara nilai yang dianut oleh negara-negara di belahan barat dalam hitungan detik sudah sampai ke Indonesia.
Karena itu, tutur Netty, Bondage and Discipline, Dominance, Submission, Sadism and Masochism (BDSM) yang selama ini menjadi satu diksi sangat jauh dari telinga, ternyata praktiknya sudah ada di depan mata dan di tengah masyarakat.
Editor : Agus Warsudi
dimutilasi kasus mutilasi korban mutilasi mutilasi pelaku mutilasi pembunuhan mutilasi pria korban mutilasi RUU Ketahanan Keluarga kota cirebon komisi IX DPR
Artikel Terkait