Cantik dan Tampan
Cantik dan tampan memang relatif. Tetapi, harus diakui gadis dan pemuda Sunda memenuhi kriteria cantik dan tampan menurut ukuran umum orang Indonesia. Kebanyakan mojang Sunda memiliki wajah oval, kulit bersih kuning langsat, hidung mancung tapi tidak besar, rambut lurus, mata tidak sipit tidak besar, bibir pun sedang tidak tipis tidak tebal dan tampak tersenyum walaupun tidak sedang tersenyum.
Mojang Sunda yang mendapat predikat geulis, umumnya memiliki tinggi badan 160-165 sentimeter dengan berat badan proporsional dan perawakan tidak kurus tidak gemuk.
Kecantikan gadis Sunda telah terkenal sejak dulu. Bahkan diabadikan oleh legenda Sangkuriang. Betapa kecantikan perempuan Sunda bertahan hingga tua. Sampai-sampai sang anak Sangkuriang jatuh cinta kepada Dayang Sumbi, perempuan yang merupakan ibu kandungnya sendiri.
Atau cerita tentang Perang Bubat yang diawali oleh rencana Hayam Wuruk, Raja Majapahit berencana menikah dengan Dyah Pitaloka Citraresmi dari Kerajaan Sunda. Sang putri yang cantik jelita termasyur hingga Majapahit. Hayamwuruk pun mengutus juru gambar bernama Sungging Prabangkara untuk melukis Dyah Pitaloka Citraresmi.
Setelah lukisan selesai, Sungging Prabangkara kembali ke Majapahit dan menunjukkannya ke Hayamwuruk. Jatuh cinta pada pandangan pertama, membuat Hayamwuruk berniat menikahi Dyah Pitaloka. Tetapi, Mahapatih Gajahmada menentang rencana itu hingga terjadilah Perang Bubat. Raja Sunda, prajurit, dan putri Dyah Pitaloka Citraresmi pun tumpas di Bubat.
Kecantikan mojang Sunda pun terkenal di masa penjajahan Belanda. Dalam satu iklan masa kolonial menulis kalimat unik yang berbunyi, "Jangan ke Bandung jika tidak bersama istri". Iklan ini menyiratkan, para yang telah beristri dikhawatirkan akan tergoda oleh kecantikan dan kemolekan mojang Sunda saat berkunjung ke Bandung tanpa ditemani istri.
Sebutan Bandung Kota Kembang, merupakan ungkapan orang-orang Belanda betapa banyak gadis cantik di kota ini. Saat itu, para tuan tanah, pengusaha perkebunan menggelar konferensi. Mereka tidak banyak kesulitan dalam menyediakan gadis-gadis cantik untuk menemani para pengusaha perkebunan dari berbagai daerah di Hindia Belanda yang kumpul di Bandung kala itu.
Karena berkonotasi negatif, orang Bandung akan menghindari menggunakan istilah kota kembang ini. Mereka lebih senang menggunakan sebutan Parijs van Java bagi Kota Bandung
Editor : Agus Warsudi
adat sunda Artis keturunan Sunda Artis Ganteng Sunda Artis berdarah sunda Bahasa Sunda Bahasa Sunda halus Bahasa Sunda lemes budaya sunda ciri perempuan sunda etnis Sunda
Artikel Terkait