Teddy menuturkan, anak cenderung mudah menjadi korban kekerasan seksual, karena mereka masih mudah dipengaruhi. Pelaku pemerkosaan melakukan upaya intimidasi dan sugesti. Sugesti ditanamkan dan dipengaruhi, kemudian dibisikkan ke telinga korban bahwa murid harus taat kepada guru.
Hal itu dilakukan terus-menerus, sementara korban hidup di lingkungan tertutup atau terisolasi selama bertahun-tahun.
"Kondisi ini akan mempengaruhi perkembangan kepribadian dan pemikiran korban ke arah patologis. Salah satu gangguannya disebut stockholm syndrome, yaitu gangguan psikiatrik pada korban penyanderaan yang membuat mereka merasa simpati atau bahkan muncul kasih sayang terhadap pelaku," tutur Teddy.
Intervensi terhadap korban kekerasan seksual pada anak, kata Teddy, harus dilakukan oleh pihak-pihak yang berhubungan dengan anak. Juga kondisi fisik termasuk penyakit menular seksual, HIV, dan gangguan jiwa harus dilakukan penatalaksanaan.
Editor : Agus Warsudi
kasus pemerkosaan korban pemerkosaan pelaku pemerkosaan pemerkosaan pemerkosaan anak pemerkosaan anak di bawah umur kota bandung ustaz pesantren
Artikel Terkait