Kajati Jabar Asep N Mulyana yang juga JPU perkara pemerkosaan terhadap 13 santriwati oleh terdakwa Herry Wirawan. (Foto: MPI/AGUNG BAKTI SARASA)

BANDUNG, iNews.id - Herry Wirawan (36) pemerkosa belasan santriwati hingga hamil dan melahirkan, terancam hukuman mati. Pertimbangan hukuman mati tersebut disampaikan jaksa penuntut umum (JPU) yang juga Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat Asep N Mulyana.

Hukuman mati, kata JPU, dipertimbangkan dengan melihat fakta-fakta di persidangan. "(Hukuman mati) nanti kami lihat, saya gak berani berandai-andai, nanti fakta di persidangan seperti apa," kata JPU seusai persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (21/11/2021). 
 
Selain hukuman mati, ujar Asep N Mulyana, JPU juga mempertimbangkan hukuman lain untuk memperberat terdakwa, yakni kebiri. "(hukuman kebiri) nanti kita lihat," ujar Asep N Mulyana. 

Sidang lanjutan kali ini digelar secara hybrid dengan menghadirkan tiga anak sebagai saksi yang hadir secara offline di pengadilan dan online. "Ada dua orang saksi yang hadir fisik kemudian satu hadir yang memberikan keterangan melalui video conference," kata dia.

Dalam sidang, tutur Asep, pihaknya berupaya menggali dugaan tindak pidana lain yang dilakukan Herry, terutama terkait dengan pengelolaan pesantren hingga penggunaan bantuan sosial (bansos). 

"Sesuai yang disangkakan kami tanyakan seluruhnya. Tidak hanya perbuatan pidana pada anak-anak itu, tapi juga termasuk penggunaan bansos," tutur JPU.

Berdasarkan keterangan di persidangan, pesantren yang dikelola Herry merupakan penerima bantuan pemerintah. Tidak hanya itu, pihaknya juga berupaya menggali keterangan dari Herry perihal metode pembelajaran hingga kurikulum yang diterapkan.

"Kami juga tanyakan tadi tentang metode pembelajaran ya, bagaimana mekanisme pembelajaran di sana dan bagaimana kurikulum dan tempat pendidikan dimana si terdakwa itu bernaung, kami tanyakan seluruhnya," ucap Asep N Mulyana. 

"Ada beberapa dalam bentuk program Indonesia Pintar dan lainnya. Yang bersangkutan mengajukan atas nama anak-anak, kemudian menerima bansos dan ditarik untuk digunakan kepentingan bersangkutan," ujarnya.

Hingga saat ini, tutur Asep, sebanyak 18 saksi anak telah diperiksa dan dimintai kesaksiannya. Mereka merupakan saksi yang mengalami, melihat, dan mendengar langsung peristiwa itu serta yang mendapat cerita atau mengetahui kejadian atau fakta perbuatan terdakwa. 

"Untuk efektivitas dan efisiensi persidangan, maka kami mengusulkan untuk memeriksa saksi secara maraton dalam artian klaster-klaster. Misal ada klaster bidan dipisah secara bersamaan, kemudian klaster menyangkut PNS dipisah bersamaan, sehingga pertanyaan kami tidak berulang ulang dan juga untuk cepat," tutur Asep N Mulyana. 

Diketahui, dalam dakwaan, terdakwa Herry Wirawan didakwa dengan dakwaan primair melanggar Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Selain itu, Herry juga didakwa dakwaan subsidair, yakni melanggar Pasal 81 ayat (2), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dalam pasal ini, Herry Wirawan terancam hukuman 15 tahun penjara. Tetapi karena Herry merupakan guru atau ustaz alias tenaga pendidik, maka hukumannya ditambah 1/3, menjadi 20 tahun.


Editor : Agus Warsudi

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network