BANDUNG, iNews.id - Sidang kasus bangunan di Jalan Surya Sumantri Bandung kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung. Sidang kali ini mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi.
Hadir dalam persidangan saksi pelapor Norman Miguna, Andri, Undang, dan Abeb. Mereka menjelaskan kronologi kejadian perusakan bangunan berupa tembok yang mengelilingi lahan milik Norman Miguna.
Selain itu, terungkap pula sertifikat tanah yang menjadi awal mula kasus perusakan bangunan oleh terdakwa Hendrew Sastra Husnandar.
Saksi Norman Miguna mengatakan, melihat perusakan tembok pada Mei 2021 lalu. Norman lalu melaporkan perusakan itu ke polisi. Langkah itu didukung oleh Andri yang merupakan anak dari Norman Miguna.
Norman mengatakan, tembok yang dirusak oleh terdakwa Hendrew Sastra Husnandar, miliknya. Perusakan itu, dilakukan dengan maksud agar memudahkan terdakwa mendirikan bangunan di depan lahan miliknya.
"Di depan tanah saya itu (sekarang berdiri bangunan milik terdakwa) merupakan jalur hijau. Karena takut diserobot, saya bangun tembok. Tapi malah dirusak (oleh terdakwa)," kata Norman Miguna.
Bangunan milik terdakwa pun berdiri dan dijadikan kafe. Norman sempat melapor ke Pemkot Bandung. Dinas Cipta Karya Bina Konstruksi dan Tata Ruang (Cipta Bintar) Kota Bandung kemudian menyegel bangunan.
Namun dalam waktu dua minggu, segel dibuka kembali. "Tanah yang di atasnya berdiri bangunan terdakwa adalah tanah saya. Saya bisa buktikan dengan sertifikat hak milik," kata Norman.
Sementara itu, terdakwa Hendrew Sastra Husnandar, membantah lahan yang digunakan mendirikan bangunan kafe adalah milik Norman. Terdakwa Hendrew mengklaim tanah itu dibeli namun masih berstatus Pengikatan Perjanjian Jual Beli (PPJB).
Seusai persidangan, kuasa hukum terdakwa, Astrid Pratiwi mengatakan, bangunan berdiri di atas tanah milik Hendrew yang sudah dibeli. "Itu tanah klien saya. Kalau tanah pa Norman itu sesuai putusan PK hanya diberikan jalan akses masuk," ujar Astrid.
Astrid Pratiwi menyatakan, kliennya, Hendrew Sastra Husnandar membeli lahan bersertifikat di depan lahan milik Norman. "Itu bukan tanah hijau (milik pemerintah). Itu murni tanah klien saya. Dia beli bersertifikat, ada sertifikatnya kok," ujar Astrid.
Tomson Pandjaitan, kuasa hukum Norman Miguna, mengatakan, kliennya, memiliki lahan itu sejak 1978 dan sudah sertifikat hak milik.
Namun, 21 tahun kemudian tiba-tiba muncul orang yang mengklaim memiliki lahan seluas lebih dari 100 meter atas nama dokter Hidayat.
"Jadi ini tiba-tiba terbit sertifikat di atas sertifikat. Padahal itu jelas lahan milik klien saya, pa Norman. Nah, oleh Hidayat ini kemudian dijual ke terdakwa Hendrew," kata Tomson.
Dari situlah awal mula permasalahan muncul. Tomson pun menyebut Hendrew menguasai lahan bukan berdasarkan sertifikat hak milik, hanya sebatas PPJB.
Dia membeli lahan itu dari Hidayat dengan maksud menutup lahan milik Norman. "Jadi fakta persidangan tadi juga sudah disampaikan dan diakui kalau dia cuma PPJB bukan sertifikat. Jelas itu lahan milik klien saya. Tanah yang digunakan Hendrew mendirikan bangunan justru itu merupakan GSB (garis sepadan bangunan) dan tidak boleh didirikan bangunan," ujar Tomson.
Editor : Agus Warsudi