"Nggak tau kenapa jadi disebut desa mati. Padahal banyak juga yang aktivias di sini. Bahkan saat malam ada aja yang tinggal di sini. Tapi kalau hujan, kami memilih pulang ke kulon (kampung Buahlega). Karena di sana juga kami punya rumah," tutur dia.
"Ada juga rumah-rumah yang sudah lapuk, karena yang punyanya udah meninggal. Keluarganya di luar kota. Tapi ya banyak juga rumah yang masih terurus. Coba aja jalan ke arah sana, nanti juga pasti ketemu lagi sama orang," jelas Wanci menyarankan.
Apa yang dikatakan Wanci terbukti, saat berjalan berkeliling, kembali ditemukan beberapa warga, baik yang sedang beraktivitas maupun bersantai. Sama seperti Wanci, warga yang ditemui itu pun cukup ramah saat disapa.
Gambaran Tarikolot sebagai kampung yang ramai sebelum mereka direlokasi ke Buahlega, bisa terlihat dari posisi satu rumah dengan rumah lainnya yang cukup rapat. Dari mulai masuk perkampungan, terlihat rumah mereka saling berdekatan dan padat.
Untuk bisa berkeliling di Kampung Tarikolot saat ini, harus lebih hati-hati lagi. Cuaca hujan yang masih sering terjadi, membuat jalan setapak di daerah itu cukup licin. Apalagi untuk menuju satu rumah ke rumah lainnya, beberapa di antaranya harus turun beberapa undakan. "Ati-ati A, jalannya licin, terus tangganya juga ada yang dari batu dientep (ditata)," pesan Wanci ramah.
Editor : Asep Supiandi
Artikel Terkait