BANDUNG, iNews.id - Provinsi Jawa Barat masuk 10 besar kasus perdagangan orang. Sekitar 1.045.517 pekerja migran Indonesia (PMI) baik legal maupun ilegal dari di 23 kabupaten/kota di Jabar bekerja di luar negeri.
"Dari data yang ada secara umum, diinformasikan bahwa kurang lebih sekitar 56 persen ilegal. Sehingga ini menjadi atensi kita untuk melakukan pengungkapan," kata Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Ibrahim Tompo di Mapolda Jabar.
"Dari data berdasarkan hasil pengungkapan, Polda Jabar memetakan 5 wilayah terbesar kasus TPPO. Terbanyak dan cukup rawan, Cianjur, Subang, Sukabumi, Indramayu, dan Bogor," ujar dia.
Kombes Pol Ibrahim Tompo menyatakan, sesuai atensi Presiden, Kapolri, padal 5 Juni 2023, Polda Jawa Barat telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) TPPO yang dipimpin oleh Wakapolda Jabar Brigjen POl Bariza Sulfi dan pelaksana hariannya Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Kombes Pol K Yani Sudarto.
"Setelah Satgas TPPO terbentuk, kami sudah berhasil melakukan pengungkapan sebanyak 37 kasus, yang terdiri dari seluruh polres," ujar Kombes Pol Ibrahim Tompo.
Dari 37 kasus itu, tutur Kabid Humas Polda Jabar, terdapat sebanyak 82 korban. Jadi 82 korban itu yang berhasil didatangkan.
"Kemudian dari 37 kasus tersebut, sebanyak 59 tersangka. Jadi ada beberapa modus yang dilakukan terkait dengan potensi ini, di mana memang Pekerja Migran Indonesia ini akan direkrut oleh perusahaan, agensi, maupun perorangan," tutur Kabid Humas Polda Jabar.
"Sebagian besar kasus yang diungkap, sebelum korban berangkat. Kemudian, ada juga yang sesudah kembali, baru membuat laporan polisi," ucap dia.
Kombes Pol Ibrahim Tompo menyatakan, dari 37 laporan polisi, tiga di antaranya menggunakan perusahaan ilegal atau tidak terdaftar sebagai penyedia dan penyalur tenaga kerja. "Nah selebihnya yang lain adalah melalui perorangan," ujar Kombes Pol Ibrahim Tompo.
Sementara itu Direskrimum Polda Jabar Kombes Pol K Yani Sudarto mengatakan, modus TPPO, pertama, konvensional. Para perekrut datang ke rumah calon korban.
"Ini (para pelaku) bisa jadi mereka juga mantan PMI yang pulang ke Indonesia. Dia (pelaku) membawa saudara atau tetangganya," kata Dirreskrimum Polda Jabar.
Modus kedua, ujar Kombes Pol K Yani Sudarto, merekrut korban melalui media sosial (medsos). Masyarakat harus waspada terhadap modus pelaku menawarkan lapangan pekerjaan di luar negeri melalui medsos.
"Cek kembali kredibilitas perusahaannya. Apakah itu perusahaan abal-abal atau memang resmi dari pemerintah," ujar Kombes Pol K Yani Sudarto.
Sedangka modus ketiga, tutur Dirreskrimum Polda Jabar, melalui perusahaan resmi. Tetapi penempatan PMI tidak sesuai komitmen awal.
"Jadi tiga modus itu yang biasa dilakukan oleh para pelaku maupun jaringan pelaku TPPO ini," tutur Dirreskrimum Polda Jabar.
Secara teknis, kata Kombes Pol K Yani Sudarto, para pelaku membawa dan memberangkatkan korban ke luar negeri tanpa prosedur. Kemudian melakukan bujuk rayu, tipu muslihat, dan dijerat dengan utang.
Kemudian menempatkan dan memperkerjakan para korban sebagai asisten rumah tangga, pekerja di restoran, hotel, dan sebagainya.
"Biasanya dikasih uang dulu dan itu (utang) dihitung nanti. Biayanya berapa dan akan dipotong ketika mereka (para korban) menerima gaji," ucap Kombes Pol K Yani Sudarto.
Bahkan tak sedikit korban setelah sampai di negara tujuan justru dieksploitasi secara seksual. "Polda Jabar menggunakan Pasal 2, Pasal 4, Pasal 6 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO untuk menjerat para pelaku. Mereka terancam hukuman 15 tahun penjara dan denda sampai ada yang Rp15 miliar," ujar dia.
Selain itu, tutur Kombes Pol K Yani Sudarto, Polda Jabar menerapkan Pasal 80, Pasal 81 UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI. Para pelaku terancam hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp15 miliar.
Editor : Agus Warsudi
Dirkrimum Polda Jabar Dirreskrimum Polda Jabar Ditreskrimsus Polda Jabar Kabid Humas Polda Jabar mapolda jabar polda jabar perdagangan orang pidana perdagangan orang Satgas TPPO tppo
Artikel Terkait