Tragis, Dua Pelajar SMP di Tasikmalaya Jadi Budak Nafsu Anak-anak Punk Selama 2 Tahun

TASIKMALAYA, iNews.id - Tragis peristiwa yang menimpa dua pelajar SMP berusia 13 dan 14 di Kota Tasikmalaya ini. Mereka diperkosa secara bergilir oleh sekelompok anak punk di Terminal Indihiang dan Rajapola Kota/Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Sebelum diperkosa secara bersama-sama, kedua korban dicekoki minuman keras (miras) hingga tak sadarkan diri. Akibat perbuatan bejat para pelaku, seorang korban saat ini tengah hamil 2 bulan.
Korban kali pertama diperkosa di sekitar Terminal Rajapolah, Kota Tasikmalaya. Sebelum dirudapaksa, korban dipaksa menenggak miras. Kedua bocah SMP tersebut mengaku diperkosa puluhan kali. Rata rata dilakukan di kawasan Terminal Indihiang Kota Tasikmalaya.
Kasus ini kemudian dilaporkan orang tua ke Polres Tasikmalaya Kota. Mereka didampingi tokoh masyarakat yang juga anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Indihiang Didin Jaenudin.
Didin Jaenudin mengatakan, satu korban sedang hamil 2 bulan lebih dan sudah diperiksa ke bidan. "Selama ini, korban memang masuk komunitas anak punk dan sudah bergabung selama 2 tahun lebih. Korban diajak oleh temannya yang telah lebih dulu masuk komunitas punk," kata Didin.
Dari pengakuan korban, ujar Didin, hampir semua anak perempuan yang ikut komunitas punk itu sudah diperkosa. Selama bergabung di komunitas punk, korban diajak bepergian keluar daerah, seperti ke Bandung dan Surabaya, bahkan hingga Pulau Bali.
"Jika korban tidak mau menuruti nafsu bejat para pelaku, mereka akan dianiaya di hadapan anggota komunitas punk tersebut. Kasus ini baru dilaporkan karena korban merasa takut atas ancaman para pelaku yang akan menyakiti korban dan keluarganya," ujar Didin.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Tasikmalaya Kota AKP Yusuf Ruhman mengatakan, telah menerima laporan terkait dugaan pemerkosaan terhadap anak perempuan di bawah umur. "Saat ini, kami masih melakukan pemeriksaan terhadap korban dan saksi-saksi," kata AKP Yusuf Ruhman.
Selain ke Polres Tasikmalaya Kota, keluarga juga melaporkan kasus ini ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten dan Kota Tasikmalaya. Selama ini, korban tidak berani keluar dari komunitas karena ada ancaman kekerasan fisik.
Editor: Agus Warsudi