Sidang Perdana Kasus Makar di Garut, JPU: 3 Jenderal Diangkat oleh Presiden NII

GARUT, iNews.id - Fakta terkait tiga jenderal Negara Islam Indonesia (NII) diungkap dalam proses sidang di Pengadilan Negeri (PN) Garut, Kamis (17/2/2022). Dalam proses persidangan, terungkap ketiga terdakwa diangkat sebagai jenderal oleh Panglima Besar sekaligus Presiden NII Sensen Komara yang saat ini telah meninggal dunia.
Terdakwa Odik Sodikin, Jajang Koswara, da Ujer, warga Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut, diminta oleh almarhum Sensen Komara untuk melanjutkan perjuangan mendirikan NII.
“Odik (Sodikin) sebagai Panglima Jenderal, sedangkan Jajang Koswara dan Ujer sebagai jenderal,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Neva Sari Susanti seusai pelaksanaan sidang.
Neva yang juga menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Garut ini menyatakan, pengangkatan ketiga terdakwa sebagai jenderal dilakukan di kantor pemerintahan NII yang merupakan rumah almarhum Sensen Komara.
Kala itu, pengangkatan tiga petinggi ini pun langsung disebarluaskan kepada segenap pejabat dan warga NII.
“Ada (bukti) surat-surat yang dikeluarkan oleh Sensen. Jadi ada legalisasi terkait kepemimpinannya (tiga jenderal). Terlebih (para terdakwa) menyatakan betul sudah diangkat, (lalu) dipublikasikan kepada rakyat NII. Saksi (terkait) akan dihadirkan (di persidangan, termasuk barang bukti,” ujar Neva Sari Susanti.
Terkait ada warga yang menjadi rakyat NII, jaksa Neva memastikan akan dibuka dalam agenda persidangan selanjutnya. Uji materiil dan pengembangan pun akan dilakukan, agar ke depan persoalan NII tersebut lebih terbuka serta memunculkan temuan baru.
Neva menambahkan, para terdakwa tidak mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan yang dibacakan JPU. Para terdakwa pun menyatakan memahami dan mengetahui apa yang didakwakan.
“Setelah diskusi dengan penasihat hukum, para terdakwa tidak mengajukan keberatan dan memohon untuk melanjutkan persidangan,” tutur Kejari Garut.
Dalam dakwaan, JPU menerapkan pasal 107 ayat 1 juncto Pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun. Sementara terkait pemufakatan makar, pihak Penuntut Umum
“Apabila betul terbukti terkait pemufakatan makar, maka ancaman hukumannya bisa dua kali lipat,” ucap Neva Sari.
Selain itu, terdakwa juga dijerat Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-undang ITE terkait dengan ujaran kebencian, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun dan denda Rp1 miliar.
Sedangkan untuk penghinaan lambang negara, JPU menerapkan Pasal 66 Undang-undang Nomor 24 tahun 2009.
“Dengan tidak adanya eksepsi, maka agenda selanjutnya Kamis 24 Februari 2022 adalah pemanggilan saksi-saksi. Dari kami ada 10 saksi yang akan dihadirkan, tapi bisa juga ada tambahan. Dari para terdakwa ada dua orang saksi,” ujar Neva.
Editor: Agus Warsudi