Provinsi dengan Janda Terbanyak di Indonesia 2024 Berdasarkan Angka Perceraian

JAKARTA, iNews.id - Provinsi dengan janda terbanyak di Indonesia 2024 dapat dilihat dari tingkat angka perceraian. Isu mengenai jumlah janda di Indonesia selalu menarik perhatian, mengingat status perkawinan merupakan indikator penting dalam struktur sosial.
Untuk 2024, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan angka perceraian di Indonesia mencapai 394.608. Data tersebut terakhir diperbarui pada 27 Februari 2025 yang dilihat pada laman bps.go.id.
Dari jumlah tersebut, Jawa Barat mencatat angka tertinggi dengan 88.842 kasus.
Berikut gambaran umum provinsi dengan angka perceraian tertinggi (yang mengindikasikan penambahan janda baru) berdasarkan data BPS untuk 2024:
- Jawa Barat: 88.985
- Jawa Timur: 77.658
- Jawa Tengah: 64.569
- Sumatera Utara: 15.752
- Lampung: 14.471
- Banten:13.456 kasus
- DKI Jakarta: 12.149
- Sulawesi Selatan: 11.949
- Sumatera Selatan: 9.981
- Riau: 8.085
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) - Data Perceraian Menurut Provinsi (perkara), 2024
Berbagai faktor berkontribusi pada tingginya angka perceraian, yang pada akhirnya meningkatkan jumlah janda. Beberapa faktor utama yang sering diidentifikasi oleh Pengadilan Agama dan lembaga terkait antara lain:
Ini menjadi penyebab dominan perceraian di hampir seluruh wilayah. Ketidakmampuan pasangan dalam menyelesaikan konflik rumah tangga secara damai seringkali berujung pada perpisahan.
Masalah ekonomi, seperti kesulitan finansial, pengangguran, atau ketidakmampuan salah satu pihak menafkahi keluarga, menjadi pemicu perceraian yang signifikan.
KDRT, baik fisik maupun psikis, seringkali menjadi alasan kuat bagi korban untuk mengajukan gugatan cerai demi keselamatan dan kesejahteraan mereka.
- Meninggalkan Salah Satu Pihak
Kasus penelantaran atau salah satu pihak yang pergi tanpa kabar dan tanpa memenuhi kewajiban juga menjadi penyebab umum perceraian.
Meskipun persentasenya lebih kecil, perilaku-perilaku ini juga menjadi penyebab perceraian karena merusak keharmonisan rumah tangga.
Pernikahan di usia muda seringkali kurang dilandasi kematangan emosional dan finansial, sehingga rentan terhadap perceraian.
Pengaruh media sosial dan munculnya pihak ketiga juga disebut-sebut sebagai faktor pemicu konflik rumah tangga yang berujung perceraian.
Tingginya angka perceraian dan jumlah janda memiliki implikasi sosial dan ekonomi yang kompleks. Bagi perempuan yang menyandang status janda, seringkali mereka harus menghadapi tantangan finansial, stigma sosial, serta tanggung jawab ganda sebagai kepala keluarga dan pengasuh anak.
Hal ini mendorong perlunya perhatian lebih dari pemerintah dan masyarakat dalam memberikan dukungan, baik melalui program pemberdayaan ekonomi maupun dukungan psikososial.
Pemerintah melalui Kementerian Agama dan lembaga terkait terus berupaya menekan angka perceraian melalui program bimbingan perkawinan dan mediasi.
Namun, kompleksitas masalah rumah tangga memerlukan pendekatan multisektoral yang melibatkan berbagai pihak, termasuk keluarga, masyarakat, dan lembaga pendidikan, untuk membangun ketahanan keluarga yang lebih kuat.
Editor: Kurnia Illahi