Peneliti Unpad Sebut Butir-butir Pancasila Ada dalam Naskah Sunda Kuno Abad ke-16 Masehi

BANDUNG, iNews.id - Peneliti yang juga dosen Departemen Sejarah dan Filologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran (Unpad) Elis Suryani Nani Sumarlina mengungkap gagasan atau butir-butir nilai Pancasila telah dimuat dalam naskah Sunda kuno abad 16 Masehi. Naskah Sunda abad 16 Masehi tersebut di antaranya berjudul "Sanghyang Siksakandang Karesian".
Kemudian, naskah berjudul Amanat Galunggung, Sanghyang Raga Dewata, dan Fragmen Carita Parahiyangan untuk implementasi dari nilai-nilai tersebut.
“Hal ini membuktikan bahwa naskah Sunda kuno sebagai dokumen budaya masa lampau, sejalan, dan punya andil dalam menyumbangkan ide, gagasan, dan kebhinekaan bangsa Indonesia. Demikian juga naskah dari suku bangsa lain yang ada di Indonesia,” kata Elis dalam keterangan tertulis kepada Kantor Komunikasi Publik Unpad, Selasa (1/6/2021).
Elis mengemukakan, salah satu kearifan lokal naskah Sunda yang termaktub dalam nomor dan urutan sila-sila dalam Pancasila, terungkap lewat naskah Sanghyang Siksakandang Karesian bagian III.
Pada bagian tersebut, data teks sila Pancasila dapat dijabarkan melalui Panca Tata Gatra. Tata Gatra yakni, pertama, Sembah Ing Hulun di Sanghyang Panca Tatagatra, artinya lima sabda kewajiban menyembah Sanghyang Yang Maha Kuasa sebagai pembimbing alam semesta.
Kedua, Panca Gati, Jaga Rang Dek Luput Ing Na Pancagati Sangsara, yakni lima keadaan asali perilaku manusia yang layak dan tidak layak, yang memerlukan timbangan keadilan dan kebijaksanaan.
Ketiga, Panca Byapara Kusika, yakni lima selubung alam, yaitu Akasa, Bayu, Téja, Apah, Pratiwi, atau angkasa, angin, cahaya, air, dan tanah, yang semuanya harus bersatu.
Keempat, Panca Putra, yang terdiri atas Kusika, Garga, Mésti, Purusa, Patanjala, atau lima perwujudan manusia sebagai penjelmaan Pancakusika, berupa mata pencaharian hidup masyarakat Nusantara, yaitu petani, panyadap (pembuat gula), pemburu/prajurit, bangsawan, dan raja sebagai pengisi negara.
Kelima, Tri Tangtu di Bwana/Bumi, Jagat Palangka Di Sang Prabu, Jagat Darana Di Sang Rama, Jagat Kreta Di Sang Resi (Amanat Galunggung, Rekto III), yang merupakan tiga pilar berbangsa dan bernegara.
Elis menuturkan, teks yang berkaitan dengan lima sila Pancasila dalam naskah Sanghyang Siksakandang Karesian bagian IV, dijabarkan bahwa Kahyangan penghuni para dewa lokapala (pelindung dunia), disesuaikan dengan kedudukan mata angin dengan warna masing-masing yang disebut Sanghiyang Wuku Lima Di Bwana, Halimpu Ikang Désa Kabéh.
Dalam naskah tersebut dijelaskan lima kemakmuran seluruh negeri yang dijaga, terdiri dari: Isora yang bertempat di Kahyangan sebelah wetan/timur (Purwa), putih warnanya; Daksina (kidul) ‘selatan’, tempat tinggal Hyang Brahma, merah warnanya; c. Pasima (kulon) ‘barat’, tempat tinggal Hyang Mahadewa, kuning warnanya; Utara (kalér ‘utara’) tempat tinggal Hyang Wisnu, hitam warnanya; dan Madya (tengah), tempat Hyang Siwa, aneka macam warnanya.
Sementara gambaran kosmologis dalam naskah Sanghyang Raga Dewata sejalan dengan gambaran kosmos filsafat Pancasila. Gambaran ini dapat ditemukan pada keempat sila yang bersangkutan, dengan dimensi horisontal yaitu mulai dari sila kedua sampai kelima.
“Manusia menempati keempat sila horisontal dalam sila Pancasila. Tetapi bersamanya diasumsikan adanya substansi-substansi infrahuman, yang psikis-sensitif, yang biotik, dan yang fisiokimis,” tutur Elis.
“Pada akhirnya, keempat sila (sila ke-2 sampai ke-5) tersebut mengacu pada sila pertama, yakni sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sejalan pula dengan apa yang digambarkan dalam naskah Sanghyang Raga Dewata, bahwa segala sesuatu berpusat kepada Sanghyang Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa),” kata Elis.
Editor: Agus Warsudi