NOISE Pukau Peserta Workshop Fotografi FAC, Darwis Triadi: Fotografi Itu tentang Cahaya
CIANJUR, iNews.id - Pertunjukkan tari kontemporer NOISE memukau peserta Workshop Fotografi yang digelar oleh Fotografer Amatir Cianjur (FAC) di Cipanas, Kabupaten Cianjur, Kamis (6/10/2022). Para peserta membidikkan kamera, mengabadikan setiap gerak tari yang menggambarkan kegundahan masyarakat akibat 'kebisingan' akhir-akhir ini.
Koreografer nasional sekaligus penari Wina Rezky Agustina dari Lokatmala Foundation sukses membawakan NOISE menjelang pembukaan workshop itu. Para peserta menjadi bersemangat menggali ilmu fotografi dari narasumber utama Darwis Triadi selama lebih dari empat jam.
Darwis Triadi menyampaikan beberapa hal mengenai tips dan trik mengenai fotografi bagi pemula dan profesional. “Ingat fotografi sejatinya adalah tentang cahaya. Untuk menangkap cahaya salah satunya adalah dengan kamera,” kata Darwis.
Cahaya, ujar Darwis, merupakan hal paling penting dalam fotografi. Cahaya dibagi menjadi dua, yaitu, natural dan artifisial. Cahaya natural adalah cahaya yang berasal dari matahari. Sedangkan artifisial adalah cahaya yang dibuat.
“Dalam fotografi, kita harus mampu melihat bagaimana jatuhnya cahaya ke objek. Dalam hal cahaya artifisal terdapat teknik pengambilan cahaya salah satunya, yaitu, pencahayaan rembrant,” ujar Darwis.
Teknik pencahayaan, tutur Darwis, salah satunya menggunakan satu buah sumber utama cahaya yang diletakan di sebelah kiri atau kanan atau kepala atas objek.
“Teknik ini akan menerangi salah satu sisi wajah model dan menghasilkan efek terang-gelap secara berlawanan. Semakin dekat cahaya ke objek hasil potret yang dihasilkan akan lebih detail,” tutur Darwis.
Karena itu, kata Darwis, lebih baik tidak menggunakan cahaya yang langsung sejajar lensa kamera dan hindari cross light atau cahaya menyilang.
Selain cahaya, dalam fotografi terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan yakni komposisi dan warna. “Komposisi kamera seperti kita ketahui dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu, shutter speed, ISO, dan aperture. Shutter speed, yaitu, kecepatan kamera dalam menangkap cahaya. Semakin cepat shutter speed, semakin cepat juga sensor menerima cahaya,” ucapnya.
Sementara ISO adalah, kata Darwis, adalah tingkat kesensitifan sensor kamera terhadap cahaya. Semakin tinggi ISO, kamera semakin sensitif. “Selanjutnya tentang aperture atau yang biasa disebut diafragma dapat didefinisikan sebagai ukuran bukaan lensa dalam menerima cahaya. Semakin kecil bukaan lensa, semakin banyak pula cahaya yang masuk,” ujar Darwis.
Darwis juga sempat menyinggung tentang istilah Rembrandt Lighting (RL) dalam dunia fotografi. RL adalah teknik pencahayaan yang akan menghasilkan foto unik karena bayangan yang dibentuknya. Salah satu yang menjadi perhatian pada teknik ini adalah bayangan segitiga yang terbentuk dibawah mata dengan sisi gelap di sekitarnya.
Darwis menuturkan, dalam fotografi harus juga diperhatikan soal communication skill dan pemahaman terhadap objek, baik dari sisi gesture maupun detail objek bersangkutan.
“Fotografi tidak hanya terkait segi teknik dan hasil foto, namun juga perlu dimiliki seorang fotografer adalah kepribadian yang baik. Ingat tiga hal yang harus diperhatikan oleh seorang gotografer adalah spirit, mentality, dan motivasi,” tutur Darwis.
Sementara itu, Ketua Panitia Workshop Fotografi Bersama Darwis Triadi yang juga Ketua FAC Muhammad Yusuf S mengatakan, kegiatan tersebut terselenggara atas kerja sama dengan berbagai pihak, seperti, Lokatmala Foundation dan sejumlah sponsor.
“Sebelumnya kami juga telah menggelar kegiatan pra-event seperti ‘FAC GOES to SCHOOL’ sebagai rangkaian kegiatan dari 10 tahun FAC ini,” kata Yusuf.
NOISE = Kegundahan Masyarakat
Direktur Komunikasi dan Jaringan Lokatmala Foundation Grisela Dita mengatakan, NOISE hadir sebagai perlambang kegundahan dan kegusaran masyarakat saat ini yang sudah mulai digiring pada 'kebisingan-kebisingan'.
“Ada sejumlah persoalan sosial ekonomi hingga politik pascapandemi yang terus menggerus kehawatiran publik yang kian menyesakkan akhir-akhir ini. Namun tentu saja kita tak boleh diam dan menerima kebisingan itu. Optimisme harus terus dipantik,” kata Grisela Dita.
"Teh Wina Rezky Agustina dibantu Executive Producer Raka Dhika Yudhistira dan kawan-kawan memberikan tawaran itu dengan pesan-pesan tari modern yang tetap berakar pada nilai-nilai seni tradisi," ujarnya.
Seniman lainnya M Widhi Nurahman berhasil mengalihkan pesan-pesan koreografi yang ditampilkan Wina ke dalam sebuah gambar spontan di atas kanvas. Lengkingan tembang sang penari diiringi dentingan kecapi suling secara live oleh penata musik Restu Febriansah mengundang decak kagum seluruh hadirin.
Wina yang saat itu dibalut kostum kebaya modern dengan aksesorisnya berhasil membawa penonton diam dan hening seketika. Terlebih saat dia mengenakan topeng panji dalam salah satu adegannya.
Semua hadirin nampak terbius energi positif yang dipancarkan oleh gerak profesional Wina. Seolah memberi pesan bahwa setiap kebisingan sejatinya bisa diheningkan. Topeng pun akhirnya dibuka.
Pada pengujung acara lukisan karya Widhi itu kemudian diserahakan oleh panitia dan Tim Lokatmala Foundation sebagai oleh-oleh untuk Darwis Triadi.
Editor: Agus Warsudi