get app
inews
Aa Text
Read Next : Jadwal SIM Keliling Bandung Hari Ini 19 Desember 2025, Cek Lokasi dan Persyaratan

Malu Terima Gratifikasi, Penghulu di Cimahi Ini Diapresiasi KPK

Jumat, 11 Desember 2020 - 14:30:00 WIB
Malu Terima Gratifikasi, Penghulu di Cimahi Ini Diapresiasi KPK
Penghulu sekaligus Kepala KUA Cimahi Tengah Budi Ali Hidayat mendapatkan penghargaan dari KPK atas laporannya soal gratifikasi. (Foto: iNews.id/Adi Haryanto)

CIMAHI, iNews.id - Bagi Budi Ali Hidayat, menjadi seorang penghulu merupakan panggilan jiwa. Bahkan intuisi bahwa dirinya bakal menjadi abdi negara yang bertugas menikahkan calon pasangan suami istri beragama islam telah terbaca oleh gurunya di pesantren, jauh-jauh hari saat dirinya masih rajin mengikuti pengajian.

Garis tangan itu benar terbukti. Budi, alumnus IAIN Sunan Gunung Djati (SGD) Bandung ini menjadi penghulu pertama pada 2006. Profesi yang dianggap "basah" oleh masyarakat karena dibutuhkan untuk menikahkan pasangan pengantin. 

Berbagai pengalaman manis dan pahit telah dilalui sebagai seorang penghulu. Profesi tersebut dilakoni Budi sejak 2006. Kemudian menjadi Penghulu Muda 2009 dan Penghulu Madya tahun 2019. Hampir semua kalangan dari masyarakat biasa hingga pejabat sudah ada yang merasakan jasanya.

Namun ada yang selalu mengganjal dalam pikirannya seusai melaksanakan kewajiban sebagai penghulu. Budaya orang Sunda yang selalu ramah atau someah kepada tamu, kerap memberi 'titipan' makanan ataupun materi kepada dirinya seusai menjalankan tugas. 

Padahal mengacu kepada aturan hal tersebut tidak diperkenankan. "Kadang di situ perang batinnya. Kalau diterima jadi gratifikasi, sementara jika ditolak bisa membuat ketersinggungan tuan rumah," kata Budi saat ditemui di kantornya, Jumat (11/12/2020).

Pernah suatu ketika dia menolak pemberian dari yang punya hajat, akan tetapi yang bersangkutan justru marah karena dianggap tidak menghargai. Ada juga mereka yang sampai menyusul ke rumah dan memberikan titipan amplop kepada anaknya. Biasanya uang titipan amplop itu besarnya bervariasi, ada yang Rp40.000 tapi ada juga yang Rp1 juta lebih. 

"Godaan" itu, ujar Budi, memang sangat kuat. Apalagi dalam satu minggu, sebagai penghulu terkadang dirinya bisa menikahkan lebih dari 10 pasangan. Bahkan khusus di bulan tertentu yang ramai pasangan melakukan pernikahan, jumlahnya bisa lebih banyak lagi. 

Berangkat dari kerisauan itu, Budi lalu mencoba membuka aplikasi di Google dan mencari tahu kriteria gratifikasi serta cara pelaporannya. Dia menemukan aplikasi GOL untuk melaporkan gratifikasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Setelah melalui asistensi dari pihak KPK akhirnya dirinya intens melapor ketika mendapat 'titipan' sejak tahun 2019. Sejak saat itulah, setiap usai bertugas menjadi penghulu dan mendapatkan 'titipan', dia selalu foto dan laporkan ke KPK. 

Bukan hanya materi tapi juga bingkisan makanan, masuk kriteria gratifikasi. Kalau untuk makanan yang cepat basi, biasanya seusai dilaporkan, Budi memberikannya ke pesantren. 

Hal itu tanpa sepengetahuan keluarga ataupun pimpinan di tempatnya bekerja. Di kantor pun amplop pemberian yang dilaporkan selalu dipisahkan tempatnya agar benar-benar aman tidak ada yang ambil. Sebab tanpa diberipun oleh tuan rumah, tugasnya sebagai penghulu sudah dibayar oleh negara. 

"Saya selalu sampaikan, bahwa tugas penghulu ini sudah dibayar oleh negara jadi tidak perlu dikasih lagi. Gaji saja sudah cukup karena kalau menikmati gratifikasi rasanya malu dan tidak tenang hidup ini," tutur Budi.

Keteguhan sikap dan integritas itulah yang akhirnya membuat ayah empat orang anak ini mendapatkan penghargaan dari KPK. Budi menjadi satu dari tiga orang di Indonesia yang mendapatkan apresiasi atas pelaporan gratifikasi 2020 dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (8/12/2020).

Berdasarkan catatan pihak KPK, total laporan Budi adalah sebanyak 88 laporan. Terdiri dari 64 laporan penerimaan dan 24 laporan penolakan dengan total nilai gratifikasi sebesar Rp16.190.000. 

Sementara yang ditetapkan menjadi milik negara sebesar Rp13.540.000. Sehingga dia menjadi pelapor dengan frekuensi melaporkan gratifikasi terbanyak sepanjang 2019-2020.

Pria yang kini menjabat sebagai Kepala KUA Cimahi Tengah ini mengaku, tidak menyangka yang dilakukannya ternyata diapresiasi. Apalagi itu adalah KPK yang notabenenya adalah lembaga yang konsen dalam penegakan tindakan pencegahan di bidang korupsi.

Dirinya selama ini hanya berpegang teguh kepada aturan pekerjaan. Serta surat edaran KPK tahun 2013 yang menyatakan, pemberian apapun kepada petugas pencatat nikah yang menikahkan pasangan mempelai di luar gaji adalah gratifikasi.

Hal itu ditegaskan lagi oleh kantor Kementerian Agama yang menerbitkan Permenag Nomor 24/2014 yang menetapkan biaya menikah di KUA adalah gratis dan di luar KUA ada tarif sebesar Rp600.000. Sedangkan penghulu akan menerima honor dan biaya transportasi dari Kantor.

"Saya simpel aja, berpegang teguh pada aturan dan bukan karena ingin diberi penghargaan. Selama bekerja, saya selalu ada ikatan batin dengan guru, orang tua, keluarga, yang kerap mengingatkan dari hal-hal yang bukan haknya. Di situlah sebenarnya pengawasan melekat sebagai pejabat publik," ucap suami dari Siti Sopiah ini. 

Seusai menjadi orang pertama di Kota Cimahi dan Jawa Barat yang mendapatkan penghargaan ini, Budi kini semakin termotivasi untuk mengarahkan keluarganya di kantor agar menolak gratifikasi.

Dia pun berharap mainset masyarakat akan penghulu berubah, sehingga tidak menjadikan penghulu berada di dalam posisi dilematis. "Semoga ini semakin memotivasi saya dan keluarga untuk tetap seperti ini, karena rezeki sudah ada yang mengatur. Ke depan, yang menjadi tantangan adalah sosialisasi terkait perubahan paradigma di masyarakat terhadap penghulu yang menjalankan tugasnya," kata Budi.

Editor: Agus Warsudi

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut