Kisah Pudarnya Kejayaan Cikalongwetan, Kini Sepi di Tengah Euforia Arus Mudik Lebaran

BANDUNG BARAT, iNews.id - Jalan nasional yang menghubungkan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Bandung Barat (KBB) melalui kawasan Cikalonngwetan, tampak lengang. Padahal dulu, Cikalongwetan merupakan jalur favorit dilintasi pemudik.
Euforia arus mudik lebaran 2022 seiring kebijakan pemerintah membolehkan masyarakat untuk mudik, sama sekali tidak terlihat di kawasan ini. Kendaraan yang melintas pun kebanyakan warga lokal dan mobil truk.
"Jalur Cikalongwetan ini memang sudah bukan lagi jalur utama untuk pemudik. Makanya suasana arus mudik tidak terasa di tempat ini," kata Kepala Desa Ciptagumati, Kecamatan Cikalongwetan Tedi Irawan (35), Sabtu (30/4/2022).
Menurut Terdi, kehadiran jalan Tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang) yang menghubungkan Jalakarta-Bandung, membuat kawasan Cikalongwetan mulai ditinggalkan. Jalur yang awalnya merupakan perlintasan mudik atau wisata bagi masyarakat Jakarta, Bekasi, Karawang, dan Purwakarta ke menuju Priangan Timur, kini menjadi sepi.
Sebelum Tol Cipularang ada, ujar Tedi, kawasan Cikalongwetan begitu hidup. Setiap lebaran selalu ramai dan macet karena banyak iring-iringan motor dan mobil pemudik serta kondektur bus yang sibuk menaikan atau menurunkan penumpang. Saat itu Jalan Cikalongwetan merupakan satu-satunya jalan utama penghubung Jakarta, Purwakarta, Cikampek dan Karawang.
"Kalau dulu menjelang lebaran, jalan ini selalu ramai. Bukan cuma saat mudik tapi akhir pekan juga karena banyak warga Jakarta yang berwisata ke Bandung. Tapi sejak ada Tol Cipularang tahun 2005, praktis jalur ini jadi sepi," ujar Tedi.
Kades Ciptagumati menuturkan, sebelum tol dibangun di sepanjang jalur Cikalongwetan terdapat jongko penjual aneka makanan, oleh-oleh, dan kerajinan khas warga. Di lokasi ini terdapat dua rest area, yakni Warung Jati dan Cihamerang.
Bahkan, tempat itu dikenal sebagi lokasi nanas khas Cikalongwetan. "Biasanya di rest area itu menjual makanan khas Bandung mulai dari opak, kicimpring, manisan, kripik, hingga tape atau penyeum," tutur Kades Ciptagumati.
Penuturan senada disampaikan Ii Sasmita (72), juru parkir yang sempat bertugas Rest Area Cihamerang. Di tahun 2000-an, sedikitnya ada 400 kepala keluarga termasuk dirinya yang menggantungkan hidup dengan cara berjualan di dua rest area tersebut.
Saking ramai dan padatnya pengendara yang beristirahat saat musim mudik lebara, dua rest area itu kerap jadi pemicu kemacetan karena banyak keluar masuk kendaraan. Ekor kepadatan mengular hingga jalan depan Pabrik Teh Panglejar.
"Dulu tempat ini ramai, ekonomi warga hidup. Saya dulu tahun tahun 90-an dapat penghasilan Rp500/hari tapi kalau lagi mudik bisa sampai Rp10.000/hari," ucap Tedi. ADI HARYANTO
Editor: Agus Warsudi