Kisah Miris Nenek Sebatang Kara Tinggal di Gubuk Tepi Hutan Cikalongwetan KBB

BANDUNG BARAT, iNews.id - Miris, seorang nenek bernama Tati seorang diri tinggal di gubuk kecil tepi hutan di Kampung Wadon, Desa Tenjolaut, Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Nenek tersebut dalam kondisi sakit dan hidup sebatang kara.
Untuk mencapai lokasi gubug nenek Tati, harus menaiki bukit melalui jalan setapak dan licin karena sedang musim hujan. Lokasi gubuk cukup jauh dari permukiman warga. Tak ada listrik atau air yang mengalir di gubuk tersebut.
Menurut Tati, gubuk tersebut dibuatkan oleh sang suami di tanah milik saudaranya. Sementara sang suami yang bekerja sebagai buruh tani hanya datang sesekali untuk mengirim singkong, ubi atau ketela.
“Mungkin dia (suami) takut sama yang (istri) tua. Sekarang juga saya enggak ada yang biayai,” kata nenek Tati kepada anggota DPR RI Dedi Mulyadi yang menemuinya, Selasa (28/12/2021).
Saat ditemui di lokasi, nenek Tati sedang sakit kaki karena terjatuh. Nenek Tati harus berjalan merayap atau dibantu dengan tongkat kayu yang dibuatnya sendiri.
Nenek Tati mengaku semula tinggal di Nyalindung, KBB. Namun menurut Tati, semua warisan orang tua dijual oleh sang kakak untuk membangun rumah. “Saya mah enggak dapat apa-apa,” ujarnya.
Meski telah berusia lanjut Tati berkeinginan untuk bekerja. Sayangnya niat itu harus terhenti karena jatuh dan kaki kanannya sakit. Selama tinggal di gubuk tersebut, dia selalu dikirim makanan oleh seorang warga yang peduli kepadanya.
“Emak sendiri di sini. Suami ada, cuma tinggal sama yang (istri) tua. Terakhir suami datang sekitar dua bulan lalu. Emak mau nikah karena waktu itu butuh (yang membiayai), tapi sekarang malah dibiarkan,” tutur nenek Tati.
Warga tersebut pun sempat akan membawa Tati berobat namun urung karena terbentur biaya. “Saudara ada kakak satu, adik satu. Anak juga punya satu laki-laki di Pasar Padalarang. Tapi enggak ada yang nengok ke sini. Ini juga setiap hari dikasih, dianterin makanan sama si eneng (warga sekitar),” ucap nenek Tati.
Anggota DPR RI Dedi Mulyadi yang iba melihat kondisi nenek Tati datang ke lokasi bersama warga yang selama ini sering mengirim makanan ke gubuk tersebut. Gubuk tersebut berada di tepi hutan.
Kang Dedi mengaku kagum dengan nenek tersebut. Meski hidup terpencil dari warga namun gubuknya terawat bersih. “Emak ini apik, bersih, rapi walau tinggal di tempat seperti ini,” kata Kang Dedi.
Dedi pun menawarkan untuk mengobati sakit kaki sang nenek. Setelah sembuh nantinya nenek tersebut diberi pilihan untuk tetap tinggal di gubuk atau ikut dengan Dedi.
“Saya sekarang bawa emak untuk diobati. Nanti kalau sudah sembuh mau enggak kerja di tempat saya? Beberes, sasapu, makanan ada, tempat tidur ada, tapi suaminya tidak boleh datang,” ujar Dedi.
“Iya emak juga memang pingin kerja kalau sudah sembuh. Suami mah sudah biarkan saja karena tidak merawat emak juga,” kata Tati menjawab tawaran Dedi.
Selain itu Dedi pun akan berdiskusi dengan Ketua RT dan RW setempat untuk memindahkan gubuk ke lahan yang berada di bawah bukit. Jika diizinkan gubuk akan dibangun ulang dan diberi fasilitas listrik juga air.
“Kami diskusi dulu. Izin dulu boleh enggak pindah ke bawah. Nanti saya bantu semua biayanya. Kalau emak mau punya piaraan saya kasih ternaknya,” kata Dedi.
Untuk sementara sang nenek dievakuasi ke rumah warga yang selama ini memberikan makan. Di sana ia akan diobati dan dirawat oleh warga tersebut.
Saat melakukan evakuasi pun cukup sulit. Selain kontur jalan yang menurun, sempit dan licin, kondisi nenek tersebut pun sedang dalam kondisi sakit kaki sehingga harus terus dibimbing juga dituntun oleh Dedi.
Sesampainya di bawah dan diantar ke rumah warga, wajah Tati yang semula sedih berubah menjadi bahagia. Bahkan ia terharu karena bisa ‘diselamatkan’ untuk menata kembali hidupnya.
Jika telah sembuh, Dedi minta warga tersebut memberikan kabar dan menanyakan dua tawaran darinya. Apakah akan tetap tinggal di sana atau ikut bekerja bersama Dedi.
“Teteh ini tuh penuh tenggang rasa, punya sifat saling mencintai. Si teteh walau hidupnya tidak terlalu baik rezekinya tapi masih mengurusi si emak. Ibu orang lain saja diurusin apalagi ibu sendiri. Banyak orang lain tidak mengurusi ibu sendiri, tapi warisan diambil, ibunya ditinggalkan. Ini bagus, contoh tauladan,” ujar Kang Dedi.
Sebelum pergi, Dedi pun menitipkan sejumlah uang pada sang nenek dan warga yang mengurusnya. Uang tersebut digunakan untuk pengobatan dan kebutuhan sehari-hari.
Editor: Agus Warsudi