Ironi Pegi dan Deretan Kasus Salah Tangkap Polisi
Kasus demikian, kata dia, menjadi peringatan (warning) bagi kepolisian untuk melakukan evaluasi terhadap profesionalitas, khususnya pada proses penyelidikan serta penyidikan. Terlebih repetisi kasus ini harus diakui telah berimbas terhadap trust masyarakat terhadap institusi Polri.
Wiendy menganalisis, kasus salah tangkap bisa terjadi karena banyak faktor. Bisa saja kekeliruan polisi karena keterbatasan waktu. “Sementara desakan publik juga sangat kuat menuntut penuntasan kasus sesegera mungkin. Di sisi lain , bukti yang ada juga tidak cukup kuat untuk menyeret pelaku,” tuturnya.
Lantas bagaimana menyikapi? Menurut dia, kultural di tubuh Polri menjadi perhatian utama. Beberapa langkah misalnya dengan terus meningkatkan kualitas dan profesionalitas SDM polri dengan optimalisasi pendidikan polri serta mengefektifkan komisi etika di tubuh Polri.
Pun langkah ini perlu didukung dengan adanya fungsi pengawasan. Untuk pengawasan ini, setidaknya perlu ada 3 elemen yang terlibat. “Saya menyebutnya dengan istilah triple helix, yaitu kolaborasi pengawasan dari internal Polri sendiri, unsur masyarakat serta media massa sebagai watchdog,” ujarnya.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menegaskan, akan tunduk kepada putusan Pengadilan Negeri (PN) Bandung yang mengabulkan gugatan praperadilan Pegi Setiawan. Putusan itu sekaligus menjadi bahan evaluasi Polri.
"Ini tentu saja menjadi evaluasi kita bersama, kita juga melihat evaluasi-evaluasi terhadap penyidik-penyidik yang ada, bagaimana proses itu," kata Djuhandhani di Mabes Polri, Jakarta, dikutip Selasa (9/7/2024).
Editor: Kastolani Marzuki