Ini Pengganti Aspidum Kejati Jabar yang Dimutasi Terkait Kasus Istri Dituntut 1 Tahun
BANDUNG, iNews.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi memutasi Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jabar Dwi Hartanta terkait kasus istri Valencya alias Nengcy Lim dituntut 1 tahun penjara gegara memarahi suami mabuk. Jabatan Aspidum kini dipegang oleh Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jabar Riyono sebagai pelaksana tugas.
Jabatan sebagai plt Aspidum Kejati Jabar itu akan diemban Aspidsus Riyono sampai ada pejabat definitif yang ditunjukan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Nama Aspidsus Kejati Jabar Riyono tak asing lagi bagi warga Jawa Barat. Di bawah kepemimpinannya, Pidsus Kejati Jabar membongkar beberapa kasus korupsi. Yang terbaru, Pidsus Kejati Jabar tengah mengusut kasus dugaan korupsi di tubuh PG Rajawali II, anak perusahaaan BUMN, PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI). Dalam kasus ini, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp50 miliar lantaran terjadi dugaan jual beli gula fiktif.
Belum lama ini, Pidsus Kejati Jabar membongkar kasus korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Jabar. Tersangka dalam kasus ini, AK yang menjabat sebagai Ketua Kelompok Kerja Madrasah (KKMI). Akibat korupsi dana BOS Madrasah, negara mengalami kerugian sekitar Rp8 miliar.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Leornard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, pemutasian Dwi Hartanta ini berdasarkan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: KEP-IV-781/C/11/2021 tanggal 16 November 2021.
"Selanjutnya, berdasarkan Surat Perintah Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Nomor: PRIN-1203/M.2/Cp.3/11/2021 tanggal 16 November 2021, telah diperintahkan Riyono SH MHum sebagai pelaksana tugas Aspidum Kejati Jabar di samping tugasnya sehari-hari sebagai Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jabar sampai dengan adanya pejabat definitif diangkat oleh Jaksa Agung Republik Indonesia," kata Kapuspenkum, Kamis (18/11/2021).
Mutasi ini, ujar Leonard Eben Ezer Simanjuntak, merupakan bentuk pelaksanaan mutasi diagonal yang dilaksanakan dalam rangka proses pemeriksaan fungsional Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung berdasarkan Pasal 29 ayat (3) Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2019 tentang Manajemen Karier Pegawai Kejaksaan Republik Indonesia, disebut bahwa pola karier pegawai dapat dibentuk horizontal, vertikal dan diagonal. (K.3.3.1)
Diketahui, Kejagung melakukan eksaminasi khusus atas penanganan perkara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kabupaten Karawang dengan terdakwa Valencya, istri dari pelapor Chan Yu Ching.
Hasil eksaminasi yang dilaksanakan pada Senin (15/11/2021) itu, Kejagung menilai, jaksa tak memiliki sense of crisis atau kepekaan atas perkara tersebut. Selain itu, dalam eksaminasi dengan memeriksa sembilan jaksa baik dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Karawang maupun Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar, Kejagung menemukan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum (JPU).
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, eksaminasi dilakukan didasari atas kasus ini menjadi perhatian publik. Jaksa Agung ST Burhanuddin merespons dan memberi perhatian khusus atas kasus itu dengan meminta Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum melakukan eksaminasi khusus.
Eksaminasi atas kasus dengan terdakwa Valencya alias Nengsy Lim, kata Kapuspenkum, dilaksanakan pada Senin (15/11/2021) pagi hingga sore. Eksaminasi dilakukan dengan mewawancarai sembilan orang baik dari Kejati Jabar, Kejari Karawang maupun jaksa penuntut umum (JPU).
"Temuan hasil eksaminasi khusus, dari tahap prapenuntutan sampai tahap penuntutan baik dari Kejaksaan Negeri Karawang maupun Kejaksaan Tinggi Jawa Barat tidak memiliki sense of crisis atau kepekaan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam konferensi pers virtual.
Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyatakan, penanganan perkara itu juga tidak mengikuti Pedoman Nomor 3 tahun 2019 tentang Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum, sebagaimana ketentuan pada bab II angka 1 butir 6 dan 7.
Dalam Pedoman Nomor 3 Tahun 2019, ujar Leonard Eben Ezer Simanjuntak, pengendalian tuntutan pidana perkara tindak pidana umum dengan prinsip kesetaraan yang ditangani oleh Kejagung atau kejaksaan tinggi dilaksanakan oleh kejaksaan negeri, seharusnya tetap memeprhatikan ketentuan butir 2, 3, dan 4.
Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyatakan, JPU Kejari Karawang, telah melakukan penundaan pembacaan tuntutan hingga empat kali. Salah satu alasan yang disampaikan JPU ke hakim, yakni rencana tuntutan (rentut) belum turun dari Kejati Jabar.
"Padahal rencana tuntutan baru diajukan dari Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Karawang ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat pada 28 Oktober 2021 dan diterima di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat tanggal 29 Oktober 2021. Persetujuan tuntutan pidana dari Kejati Jabar dengan nota telepon per tanggal 3 November 2021. Namun pembacaan tuntutan pidana oleh jaksa penuntut umum pada tanggal 11 November 2021," ujar Leornad Eben Ezer Simanjuntak.
Kapuspenkum Kejagung menuturkan, Kejagung juga mencatat JPU tak mengikuti pedoman Nomor 1 tahun 2021 tentang akses keadilan bagi perempuan dan anak dalam perkara pidana.
Termasuk tidak memedomani tujuh perintah harian Jaksa Agung yang merupakan norma atau kaidah dan pelaksanaan tugas penanganan perkara. "Sehingga, (jaksa diduga) mengingkari norma atau kaidah. Hal ini dapat diartikan tidak melaksanakan perintah pimpinan," tutur Kapuspenkum Kejagung.
Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, atas temuan tersebut, Kejagung mengambil alih penanganan perkara tersebut. Termasuk melakukan pemeriksaan terhadap para JPU dan Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jabar. Bahkan Aspidum Kejati Jabar dinonaktifkan untuk proses pemeriksaan.
Editor: Agus Warsudi