Dituding Gunakan Bangkai Ayam, Pemilik Peternakan Lele di Garut Tak Terima
GARUT, iNews.id - Polemik keberadaan peternakan lele di Kampung Buleud, Desa Jati, Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut, kembali bergulir. Masalah yang bermula dari munculnya keluhan warga terkait bau tak sedap itu, membuat pemilik peternakan selaku pengelola angkat bicara.
Rian Revi Fauzi, pemilik perusahaan Mandiri Farm, membantah bila peternakan lele yang dia kelola menghasilkan bau busuk. Dia juga menepis bila peternakannya menggunakan bangkai ayam sebagai pakan ikan.
“Saya tidak menggunakan bangkai untuk pakan ikan. Lagi pula, baunya juga tidak busuk seperti yang ramai dibicarakan,” kata Rian, kepada wartawan saat ditemui di lokasi peterakan ikannya, Rabu (16/2/2022).
Kendati demikian, dia tak menampik bila dalam praktiknya dirinya menggunakan daging sebagai pakan. Namun, daging yang digunakan bukan daging busuk melainkan daging segar yang dibeli ke salah satu pabrik pengolahan ayam.
“Memang benar, untuk pakan lele itu campuran. Kepala ayam digiling dicampur dengan pelet. Tujuannya untuk meringankan biaya produksi. Tapi bukan busuk, kondisi daging yang saya beli itu segar. Cuma kan daging seperti kepala ayam yang sudah tinggal sebelah, usus dan ceker dari pabrik itu tidak mungkin dijual luas ke pasar. Ini yang saya beli dari Pokphand (Charoen Pokphand Indonesia),” katanya.
Menurutnya, peternak ikan telah biasa mempraktikan apa yang dia lakukan dalam mengolah pakan untuk lele ini.
“Yang menggiling pakan dengan daging ini sudah umum kok, bukan hanya saya. Malah banyak (peternakan) yang lebih besar membeli daging dalam jumlah banyak. Kalau saya hanya 50 kg saja,” ujarnya.
Rian membenarkan bila proses pencampuran daging yang telah digiling dan dicampur pelet itu menghasilkan bau. “Tapi hanya bau-bau amis seperti itu, bau anyir. Jangkauan luasnya juga tidak terlalu jauh apalagi sampai ke masyarakat sekitar,” ucapnya.
Dia juga membantah bila proses peternakan pada kolam di tempatnya ini dilakukan dari awal hingga akhir. “Di sini hanya pengepulan. Saya mengumpulkan ikan-ikan dari petani untuk kemudian dijual kembali. Makanya kolam di sini itu sering kosong. Kalau kosong, tidak mungkin saya memberi pakan. Pasarnya luas, mulai ke pecel lele di Garut, pasar di Bandung, Jabodetabek, dan lainnya,” katanya.
Terkait proses perizinan yang belum dikantongi, Rian membenarkan bahwa dia belum memiliki izin. Dia beralasan, usaha bisnis ikan lele yang dilakoni baru berjalan delapan bulan.
“Ini sedang proses (pengajuan izin) ke desa,” ucapnya.
Rian pun menyayangkan bila kabar yang beredar terkait bau busuk ini menyebar di kalangan masyarakat. “Saya pikir kabar yang beredar itu tidak benar, hoaks. Karena faktanya tidak demikian, saya tidak menggunakan bangkai, baunya juga tidak busuk, hanya bau amis. Terlebih, ketika saya coba cek ke masyarakat dan klarifikasi ke pihak desa, itu tidak ada yang protes,” katanya.
Dia melanjutkan, jika ada warga yang merasa terganggu, dirinya siap untuk duduk bersama guna membahas persoalan yang terjadi. “Seperti apa masalahnya, mari dibicarakan bersama. Duduk bersama. Tapi kan ternyata tidak ada,” ujarnya.
Sebelumnya, keberadaan peternakan lele yang dikelola Rian ini dikeluhkan warga. Keluhan warga ditengarai karena mereka karena menghirup bau busuk yang diduga berasal dari peternakan lele tersebut.
Warga pun mendesak pihak Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam) Tarogong Kaler untuk segera bertindak. Mereka mengancam akan melakukan aksi protes jika keluhan tersebut tidak ditanggapi.
“Bau busuk yang terhirup sudah sangat mengganggu. Dikhawatirkan akan menimbulkan dampak kurang baik bagi kesehatan,” tutur Ketua RT 1 RW 4 Kampung Buleud, Desa Jati, Rizal Zaelani saat ditemui, Selasa (15/2/2022).
Editor: Asep Supiandi