Biaya Logistik Terancam Naik, Pemerintah Diminta Revisi JKP
BANDUNG, iNews.id - Praktisi logistik memperkirakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) akan mendorong kenaikan biaya logistik. Untuk mengantisipasi itu, pemerintah diminta merivisi JKP.
Senior Consultant Supply Chain Indonesia (SCI) Zaroni mengatakan, saat ini, biaya logistik di Indonesia termasuk cukup tinggi dibandingkan negara lain.
Karena itu, para pengusaha logistik meminta pemerintah, melalui Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengkaji kembali peraturan tersebut dengan melibatkan para ahli atau akademisi pajak, pengusaha, dan profesional logistik.
Menurut Zaroni, berdasarkan peraturan itu, Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang memungut Pajak Keluaran (PK) tidak dapat melakukan kredit dengan PPN Pajak Masukan (PM). Sehingga semua PM atas perolehan barang dan jasa kena pajak bagi perusahaan Penyedia Jasa Logistik (PJL) berubah menjadi biaya.
"Ketentuan ini berpotensi berdampak terhadap peningkatan beban biaya, penurunan laba, dan kesulitan dalam pengaturan cash flow karena PJL membayar perolehan barang dan jasa kena pajak lebih besar atas PM yang tidak dapat dikreditkan, sehingga berpotensi menaikkan biaya logistik secara agregat, " kata Zaroni.
Zaroni memahami Kemenkeu memiliki alasan atau pertimbangan dalam menerbitkan kebijakan atau ketentuan ini. Salah satu kemungkinannya adalah banyak perusahaan di sektor logistik atau kurir yang belum menjadi PKP, sehingga perusahaan bersangkutan tidak dapat dikenakan pajak masukan dan keluaran.
Diketahui, Menteri Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu pada 30 Maret 2022.
Ketentuan PPN atas penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) tertentu pada peraturan itu antara lain mengatur secara spesifik mengenai jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasinya terdapat biaya transportasi (freight charges) dan jasa pengiriman paket pos. Berdasarkan peraturan tersebut, PPN dikenakan sebesar 10 persen x 11 persen x DPP atau 1,1 persen x DPP.
Selain itu, kepentingan pengguna jasa logistik, terutama jasa pengguna pengiriman barang/paket pos/kurir lebih diperhatikan. Pengenaan PPN sebesar 1,1 persen itu akan meringankan beban pembayaran, karena pengguna membayar lebih murah dibandingkan kalau dibebankan PPN sebesar 11 persen.
"Bagi sektor UMKM pengguna jasa logistik atau pengiriman paket, pengenaan PPN sebesar 1,1 persen itu akan meningkatkan daya saing produknya, " katanya.
Zaroni merekomendasikan pengenaan PPN untuk jasa freight forwarding dan jasa pengiriman barang/paket pos/kurir untuk perusahaan PJL yang sudah PKP tetap menggunakan ketentuan PPN 11 persen X DPP, serta dapat dikreditkan dengan PM atas perolehan barang dan jasa kena pajak.
Kebijakan ini akan membuat perusahaan PJL tetap mampu bersaing melalui biaya yang lebih efisien, layanan yang lebih murah, dan cash flow yang lebih baik, sehingga berpotensi meningkatkan efisiensi biaya logistik.
Editor: Agus Warsudi