Bandingkan dengan Washington DC, Ridwan Kamil Sebut IKN Nusantara Boros Lahan
"Makanya, sebenarnya saya tidak suka kampus-kampus di Indonesia yang terlalu jauh-jauh bangunannya. Jadi antarbangunan harus naik mobil turun mobil dan sebagainya. Lama-lama karena kebiasaan tidak menciptakan kota dengan ukuran skala yang benar, kita jadi terbiasa menerima budaya bahwa menikmati arsitektur harus naik mobil," lanjut dia.
Kang Emil juga mencontohkan Dubai yang sukses menjadi kota berasitektur modern, indah, dan inovatif, namun tidak nyaman untuk menjalani kehidupan.
Dia menilai, Dubai menjadi contoh bagaimana penataan ruangnya tak mampu menyandingkan kaya dan miskin. Sebaliknya, justru melahirkan ketidakadilan ruang. Dia berharap, IKN belajar dari kegagalan-kegagalan di negara lain.
"Yang saya khawatirkan di tahap berikutnya dari Ibu Kota Negara ini adalah nanti hanya kumpulan katalog arsitekstur, kumpulan bangunan-bangunan yang dibahas estetikanya, teori-teori bangunannya, tapi tidak membentuk sebuah peradaban kota," kata Kang Emil.
Editor: Asep Supiandi