ASN Tak Netral dan Politik Uang Nodai Pilkada Serentak 2020 di Jawa Barat

BANDUNG, iNews.id - Ajang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 di Provinsi Jawa Barat dinodai berbagai pelanggaran. Dua bentuk pelanggaran paling banyak terjadi adalah, aparatur sipil negara (ASN) tak netral dan praktik politik uang.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jabar Sutarno mengatakan, berdasarkan temuan dan laporan dugaan pelanggaran, pihaknya sedikitnya menangani 202 perkara dugaan pelanggaran yang didominasi oleh kasus pelanggaran netralitas ASN.
"Dari jumlah tersebut, 160 perkara dinyatakan sebagai pelanggaran pemilihan dan 42 perkara dihentikan karena bukan merupakan pelanggaran," kata Sutarno dalam konferensi pers di Kantor Bawaslu Jabar, Jalan Turangga, Kota Bandung, Kamis (10/12/2020).
Sutarno mengemukakan, kasus pelanggaran netralitas ASN, termasuk di dalamnya netralitas aparatur desa selama penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 di Provinsi Jabar mencapai 52 perkara dan seluruhnya telah diajukan Bawaslu Jabar kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
Mereka yang terlibat, ujar dia, mulai dari kepala kantor atau kepala dinas, kepala bagian, dan kepala seksi sebanyak 13 orang; camat dan sekretaris camat 15 orang; guru atau penilik atau pengawas sekolah 19 orang; staf ASN 10 orang; Satpol PP kecamata 1 orang dan kepala sekretariat Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) 1 orang, hingga dokter atau perawat maupun bidan sebanyak 3 orang.
Bentuk pelanggaran yang dilakukan, di antaranya memberikan dukungan melalui media sosial atau media massa, melakukan pendekatan atau mendaftarkan diri pada salah satu partai politik, menghadiri kegiatan kampanye yang menguntungkan salah satu pasangan calon (paslon) kepala daerah, hingga mendukung salah satu paslon dalam kampanye.
"Beberapa di antaranya telah ditindaklanjuti dengan diberikan sanksi berupa hukuman disiplin sedang, ringan, dan moral berupa penyataan secara terbuka," ujarnya.
Jenis lainnya, tutur Sutarno, pelanggaran administrasi pemilihan sebanyak 66 perkara, kode etik penyelenggara pemilihan 19 perkara, dan tindak pidana pemilihan sembilan perkara.
"Di antara sembilan dugaan pelanggaran tindak pidana pemilihan itu, dua perkara telah diputus oleh Pengadilan Negeri Indramayu dan Pengadilan Negeri Cianjur, sehingga telah memiliki kekuatan hukum tetap atau incraht," tutur Sutarno.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Jabar Abdullah Dahlan mengatakan, pada masa tenang dan pada tahapan pemungutan dan penghitungan perolehan suara Pilkada Serentak 2020, jajaran Bawaslu Jabar juga mencatat berbagai laporan dugaan pelanggaran di delapan daerah yang menggelar Pilkada Serentak 2020.
"Hingga 9 Desember 2020, Bawaslu Provinsi Jawa Barat mencatat 22 laporan dugaan pelanggaran yang disampaikan kepada Bawaslu kabupaten/kota. Kecuali Tasikmalaya, kabupaten/kota yang lain ada laporan dugaan pelanggaran," kata Abdullah.
Dari 22 laporan itu, ujar dia, 19 perkara di antaranya merupakan laporan dugaan pelanggaran politik uang dengan modus memberikan uang mulai dari Rp20.000 hingga Rp100.000 dan sembako pada masa tenang menjelang pemungutan suara.
Adapun pelakunya, yakni relawan atau simpatisan, pengurus RT/RW, kader partai, hingga kepala desa. Seluruh laporan dugaan pelanggaran kini sedang dalam tahap kajian awal dugaan pelanggaran di Bawaslu kabupaten/kota dan pembahasan di Sentra Penegakan Hukum terpadu (Gakkumdu) terkait dugaan tindak pidana yang terjadi.
Abdullah mengakui, praktik politik uang, khususnya jelang hari pemungutan suara Pilkada Serentak 2020 di Provinsi Jabar masih merajalela. Di Pilkada Kabupaten Bandung, pihaknya menerima satu laporan praktik politik uang di masa tenang yang terjadi di Kecamatan Paseh.
Peristiwa itu terjadi pada 6 Desember sekitar pukul 21.38 WIB yang dilaporkan ke Panwascam keesokan harinya. Saat ini, kasus tersebut masih dalam tahap penanganan. "Dalam kasus itu, ada kendaraan terindikasi membawa paket sembako dan amplop berisi Rp150.000," ujarnya.
Hal serupa juga terjadi di Kabupaten Indramayu. Pihaknya mendapati sedikitnya empat laporan praktik politik uang, di antaranya di RT 06 RW 03 Desa Mundu, Kecamatan Karangampel pada Selasa 8 Desember 2020 pukul 19.00 WIB.
"Ada pembagian yang Rp20.000 sebanyak 15 amplop untuk warga di RT 06 RW 03 Desa Mundu Kecamatan Karangampel. Selain itu, pembagian uang Rp300.000 dengan pecahan Rp20.000 untuk dibagikan ke warga Desa Lanjan Kecamatan Lohbener sekitar pukul 21.00," tutur Abdullah.
Di Kabupaten Karawang, Bawaslu Jabar juga menerima tiga laporan terkait politik uang untuk mengarahkan pemilih mencoblos salah satu paslon. "Kasus pertama pembagian uang di Desa Cibalongsari, Kecamatan Klari pada 7 Desember pukul 00.30 WIB. Buktinya berupa amplop berisi pecahan uang Rp20.000 dan Rp5.000," kata Ketua Bawaslu Jabar.
Kasus kedua dan ketiga, yakni pembagian uang Rp20.000 di Desa Rengasdengklok Selatan, Kecamatan Rengasdengklok pada 7 Desember dengan terlapor berbeda.
"Kasus keempat terjadi di Kelurahan Karangpawitan, Kecamatan Karawang Barat pada 8 Desember. Semua lapoan telah dicatat Bawaslu, namun masih dilakukan pendalaman," ujarnya.
Editor: Agus Warsudi