Apakah Nikah Siri Bisa Tinggal Serumah? Begini Jawaban dan Penjelasannya

JAKARTA, iNews.id - Apakah nikah siri bisa tinggal serumah merupakan persoalan menarik diulas karena masih kerap dijumpai di masyarakat. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut lebih lanjut, ada baiknya mengetahui apa itu nikah siri dan dampak yang ditimbulkannya.
Mengutip Buku Nikah Siri yang ditulis Vivi Kurniawati, pernikahan lazimnya dilakukan dengan menyebarkan undangan untuk memberitahukan khalayak. Namun, tidak sedikit yang memiliki nikah siri dengan alasan tertentu.
Dalam Kamus KBBI, nikah siri adalah pernikahan yang hanya disaksikan seorang modin atau pengurus masjid dan saksi tidak melalui Kantor Urusan Agama (KAU).
Secara etimogi, kata siri berasal dari bahasa Arab yaitu Sirrun yang berarti rahasia, sunyi, diam, tersembunyi. Lawan katanya yakni, 'alaniyyah yakni terang-terangan. Melalui akar kata ini, nikah siri diartikan sebagai nikah secara diam-diam.
Ada beragam faktor nikah siri di antaranya masalah biaya karena tidak mampu membayar administrasi pencatatan nikah, ada juga yang karena takut tercatat di KAU lantaran terbentur aturan tempat kerja misalnya PNS yang dilarang menikah lebih dari satu tanpa adanya seizin pengadilan atau sebab lainnya.
Orang yang telah melakukan nikah siri bisa tinggal serumah dan boleh-boleh saja. Namun karena pernikahan mereka tidak tercatat di KUA, konsekueinsinya bisa digerebek masyarakat karena bisa dianggap kumpul kebo lantaran tidak memiliki legalitas pernikahan yang sah.
Hukum pernikahan diatur dalam Undang-Undang tentang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang menerangkan bahwa setiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memang mengatur bahwa “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Namun, dalam ayat selanjutnya UU Perkawinan mewajibkan pencatatan perkawinan untuk mendapatkan akta perkawinan.
Akta perkawinan adalah bukti telah terjadinya/berlangsungnya perkawinan, bukan yang menentukan sah tidaknya perkawinan. Hanya saja, ketiadaan bukti inilah yang menyebabkan anak maupun istri dari perkawinan siri tidak memiliki legalitas di hadapan negara.
Editor: Kastolani Marzuki