10 Tarian dari Jawa Barat, Nomor 7 Harus Dipentaskan Gadis dalam Keadaan Suci

BANDUNG, iNews.id - Tarian dari Jawa Barat cukup beragam sebagai warisan orang tua dulu. Tarian tersebut tidak saja menitik tekankan pada gerak alunan gamelan pengiring semata, tapi juga sarat akan makna dan nilai yang selalu menjadi pesan tersembunyi.
Selain itu, tarian dari Jawa Barat tidak hanya sekadar untuk memenuhi hiburan dalam sebuah pementasan. Lebih dalam dari itu, beberapa tarian juga ditampilkan erat kaitannya dengan bentuk rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa.
Namun tidak menampik pula ada nuansa magis dalam sebuah beberapa tarian dari Jawa Barat. Hal ini tidak terlepas dari keyakian masyarakat setempat ketika menggelar pementasan sebuah tarian.
Tarian dari Jawa Barat yang pertama adalah Ronggeng Gunung. Tarian ini lahir dan berkembang di Pangandaran. Masyarakat Pangandaran tersebut percaya adanya mitos bahwa kehadiran Ronggeng dalam upacara kesuburan dan minta hujan itu menyebabkan keinginannya berhasil.
Dengan demikian, tarian dari Jawa Barat ini benar-benar memiliki peranan penting, yaitu sebagai pemimpin upacara. Dalam perkembangannya, kesenian Ronggeng Gunung itu tidak lagi berfungsi sebagai sarana upacara. Pada kenyataannya fungsi tersebut telah berubah menjadi seni pertunjukan.
Biasanya lagu yang dinyanyikan oleh sinden ada 18 yang disebut kuduk tari. Isinya berisi sisindiran dan wangsalan. Lagu-lagu tersebut adalah kudupturi, ladrang, sisigaran, golewang, kawungan banter, parut, dengdet, ondai, liring, kawungan kulonan, manangis, mangonet, urung-urung, tunggul kawung, trondol, cacar burung, kidung, raja pulang.
Penyajian lagu dibagi menjadi tiga bagian yaitu pembuka, inti dan penutup. Untuk bagian pembuka yaitu wangsalan ladrang dan kudupturi. Bagian inti adalah wangsalan golewang, kawungan banter, parut, ondai, liring, kawungan kulonan, manangis, mangonet, urung-urung, tunggul kawung, trondol, cacar burung, kidung.
Bagian penutup adalah wangsalan dengdet, raja pulang dan sisigaran
Tarian dari Jawa Barat yang satu ini tentulah sangat populer di tengah masyarakat.
Jaipongan terlahir melalui proses kreatif dari tangan dingin H Suanda sekitar tahun 1976 di Karawang.
Jaipongan merupakan garapan yang menggabungkan beberapa elemen seni tradisi Karawang seperti pencak silat, wayang golek, topeng banjet, ketuk tilu dan lain-lain.
Jaipongan di Karawang pesat pertumbuhannya di mulai tahun 1976, ditandai dengan munculnya rekaman Jaipongan Suanda Group dengan instrumen sederhana yang terdiri dari gendang, ketuk, kecrek, goong, rebab dan sinden atau juru kawih.
Sebagai seni pertunjukan rakyat, tarian dari Jawa Barat ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.
Tarian dari Jawa Barat lainnya adalah Ketuk Tilu. Tarian khas suku Sunda yang dianggap sebagai cikal bakal tari jaipong yang lebih populer. Tarian ini mengandung unsur tari dan pencak silat yang dilakukan penari laki-laki dan perempuan secara berpasangan untuk menunjukkan eksistensinya.
Ketuk tilu banyak tersebar di berbagai daerah wilayah Priangan, Purwakarta, dan Bogor. Tarian ini biasa ditampilkan pada ruang terbuka atau tertutup dalam rangka perayaan, festival, atau ngamen.
Di daerah lain ketuk tilu juga bisa disebut doger (Karawang), banjar (Subang), dan longser (Sumedang). Awalnya, ketuk tilu masih disajikan dalam upacara meminta hujan, ngalokat cai, panen padi dan upacara hajat bumi. Tapi, berkaitan dengan perkembangan zaman, ketuk tilu bergeser fungsi dari ritual ke pseudo ritual dengan hakikat sebagai hiburan dan kebahagiaan
Sesuai namanya, tarian dari Jawa Barat ini berkembang di Cirebon. Dalam pementasannya menggunakan properti utama, yakni topeng untuk menutupi wajah penari.
Selain tari topeng kelana yang terkenal, ada beragam jenis tari topeng lain, seperti topeng panji, samba, rumyang, dan tumenggung. Kelima jenis tari topeng ini disebut juga dengan Topeng Panca Wanda.
Setiap jenis tarian topeng memiliki bentuk dan warna topeng yang berbeda-beda. Selain itu, masing-masing tari topeng juga memiliki gerakan, ekspresi, dan makna tarian yang berbeda.
Secara umum, tarian Jawa Barat ini mengisahkan tentang perjalanan hidup manusia. Mulai dari kelahiran manusia, fase anak-anak, masa remaja, fase dewasa hingga sifat murka yang ada pada manusia
Untuk tarian dari Jawa Barat asal Bandung, ini diciptakan pada tahun 1955 oleh Raden TjeTje Somantri. Awalnya tarian ini diciptakan untuk acara penyambutan para delegasi Konferensi Asia Afrika.
Gerakan tarian ini merepresentasikan gerak gerik burung merak jantan yang sedang memikat burung merak betina.
Irama musik yang mengiringi tarian ini adalah gamelan laras salendro dengan lagu Macan Ucul. Seiring berjalannya waktu, tarian ini menjadi tari kontemporer sehingga gerakan tariannya tidak ada yang terikat dan berdasarkan kreasi sendiri.
Tarian dari Jawa Barat ini berasal dari Sukabumi. Tarian dibawakan oleh beberapa penari laki-laki. Pasalnya, kisah tarian ini adalah mengenai pertempuran Wangsa Suta.
Yakni seorang pemuda yang membuka lahan yang akan menjadi Kota Sukabumi. Tujuan membuka lahan adalah untuk memenuhi syarat guna menikah dengan Nyi Pudak Arum.
Dalam prosesnya, Wangsa Suta harus berperang dengan utusan Demang Kartala, yakni penculik Pudak Arum. Gerakan tarian ini sangat tegas dan membentuk formasi peperangan sesuai ceritanya.
Kostum yang digunakan berwarna kuning dengan desain dan atribut khas Sunda. Iringan musiknya mirip dengan musik bali, namun terdapat tambahan suling.
Editor: Asep Supiandi