Partisipasi publik yang berkualitas juga perlu ditingkatkan melalui edukasi politik komprehensif meskipun menghadapi kendala ekonomi rakyat menurun. Reformasi birokrasi terutama di tingkat lokal menjadi kebutuhan mendesak untuk mengatasi kekakuan dan stagnasi yang menjauhkan pemerintah dari masyarakat.
"Perluasan ruang kebebasan sipil dan pelembagaan partisipasi di media sosial (medsos) pun perlu dilakukan secara elegan untuk mengakomodasi aspirasi masyarakat tanpa menimbulkan kekhawatiran berlebihan dari pemerintah," ucap Ferry.
Ferry menyatakan, transformasi budaya politik dari bersifat feodal menuju budaya politik merdeka harus didorong melalui peningkatan literasi budaya.
"Sehingga, partisipasi politik dapat dibangun secara komprehensif dari hulu ke hilir hingga level kebijakan terbebas dari praktik politik uang, dan benar-benar merepresentasikan kepentingan rakyat dalam membangun demokrasi sehat dan berkelanjutan," ujarnya.
Pandangan sama disampaikan Prof Susi Dwi Harijanti. Prof Susi memaparkan tentang peran institusi pendidikan yang harus aktif dalam menjaga demokrasi dari cengkraman kekuasaan penguasa dengan memberikan pencerdasan kepada masyarakat.
"Diskusi hari ini membahas isu penting yang saat ini dihadapi Indonesia, yaitu, bagaiman memerangi otoritarianisme. Memerangi otoritarianisme itu membutuhkan kerja sama, dari generasi muda, parlemen (DPR/MPR) dan lembaga-lembaga lain," kata Prof Susi.
Diskusi ini, ujar Prof Susi, para narasumber dan peserta mencoba memetakan situasi yang dihadapi Indonesia saat ini. Sejak era reformasi 1998, telah banyak perubahan. Tetapi perubahan-perubahan itu melenceng jauh dari tujuan reformasi, yaitu, tegaknya negara hukum, demokrasi, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM).
Artinya, demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran dalam sepuluh tahun terakhir. "Contohnya, ketika kita bicara tentang demokrasi konstitusional, kita melihat pembentukan undang-undang sangat bermasalah, partisipasi publik diminimalkan. UU TNI yang tidak lama setelah diundangkan langsung diajukan permohonan uji formil sebanyak 14. Ini menjadi sejarah pertama di Indonesia sejak Mahkamah Konstitusi didirikan," ujar Prof Susi.
Prof Susi juga menyoroti tentang kualitas demokrasi di Indonesia dan kehadiran institusi pendidikan tinggi yang harus menjadi pendorong utama dalam menjaga demokrasi dengan melakukan pencerdasan kepada masyarakat tentang makna dari negara hukum.
Saat ini, tutur Prof Susi, kesadaran masyarakat semakin tinggi akan pentingnya pembentukan undang-undang yang demokratis dan berkualitas, tidak hanya memperhatikan aspek formal tetapi juga menghasilkan dampak nyata dan legitimasi dari rakyat.
Menurut Prof Susi, Mahkamah Konstitusi hadir dalam menguji formalitas undang-undang menjadi poin penting dalam memastikan proses legislasi yang transparan dan sesuai prinsip demokrasi.
Editor : Donald Karouw
partai perindo Ferry Kurnia Rizkiyansyah universitas padjajaran demokrasi di Indonesia partai politik
Artikel Terkait